Editor
KOMPAS.com-Musyawarah Kubro yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo dan dihadiri para mustasyar Nahdlatul Ulama serta jajaran PBNU, PWNU, dan PCNU yang menekankan pentingnya islah antara Ketua Umum dan Rais Aam PBNU mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Salah satu dukungan tersebut disampaikan oleh Gerakan Kebangkitan Baru Nahdlatul Ulama atau GKBN-NU.
Inisiator GKBN-NU Hery Haryanto Azumi menilai konsistensi para ulama sepuh dalam menggelar forum musyawarah menunjukkan keseriusan mencari jalan keluar atas persoalan jamiyah NU secara arif dan bermartabat.
“Forum ini menegaskan bahwa tidak semua solusi atas problem NU berada di ranah struktural,” ujar Hery Haryanto Azumi di Jakarta, Senin (22/12/2025), dilansir dari Antara.
Baca juga: Risalah Mlangi Serukan Islah PBNU dan Kembalikan NU ke Khittah 1926
Ia menambahkan, “Wilayah kultural tetap memegang peran yang sangat vital.”
Hery menilai Musyawarah Kubro sebagai langkah penting yang patut diapresiasi karena menjadi kelanjutan dari rangkaian pertemuan ulama sebelumnya di Ploso dan Tebuireng.
Tokoh muda NU tersebut menekankan reformasi organisasi NU ke depan harus berjalan seiring dengan penguatan gerak kultural.
Menurut Hery, ulama tetap menjadi kunci arah dan pengambilan keputusan strategis di tubuh NU.
Ia menilai peran ulama tersebut perlu ditopang oleh generasi muda NU yang telah bertransformasi secara intelektual di berbagai bidang.
Hery juga menyoroti sikap para ulama yang dinilainya bijaksana karena tetap mengedepankan prinsip islah meskipun prosesnya tidak mudah dan penuh tantangan.
Di sisi lain, para ulama dinilai menunjukkan ketegasan dengan menetapkan batas waktu tiga kali dua puluh empat jam sebelum diambil keputusan penting terkait mandat Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah.
Baca juga: Musyawarah Besar Warga NU 2025 Akan Digelar di Ciganjur, Bahas Arah Masa Depan NU
Sikap tersebut, kata Hery, sejalan dengan pandangan yang sebelumnya disampaikan oleh Gerakan Kebangkitan Baru NU.
GKBN-NU mendorong agar Rais Aam dan Ketua Umum PBNU menyerahkan mandat kepada Ahlul Halli Wal Aqdi atau AHWAQ.
Langkah tersebut dinilai penting untuk menyelamatkan jamiyah sebagai organisasi dan jamaah sebagai warga Nahdlatul Ulama.
“Krisis ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” kata Hery.
Baca juga: Kapan Puasa Rajab 1447 H? Ini Jadwal Resmi Versi Kemenag, Muhammadiyah, dan NU
Ia menegaskan, “Jika terus berlanjut, potensi dualisme kepemimpinan akan menjadi ancaman serius yang dapat menghancurkan NU sebagai organisasi keagamaan dan sosial terbesar di Indonesia.”
GKBN-NU menyerukan kepada jajaran PBNU, PWNU, PCNU, serta seluruh badan otonom dan lembaga NU untuk mendengarkan aspirasi warga Nahdliyyin.
Menurut Hery, warga NU pada dasarnya tidak menginginkan perpecahan di dalam tubuh organisasi.
Ia menegaskan sumber persoalan internal NU harus segera diurai dan diselesaikan secara menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak berkepanjangan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang