KOMPAS.com - Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah perayaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan hijriah.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW memang tidak diperintahkan secara langsung oleh Rasulullah SAW. Namun sebagian mengambil dalil hadits bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari lahirnya.
Baca juga: Mengenal Ciri Fisik Rasulullah SAW dan Larangan Menggambarnya
عَنْ أبِي قَتادَةَ الأنْصارِيِّ، أنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ؟ فَقالَ: فِيهِ وُلِدْتُ وفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Qatadah al-Ansari, sesungguhnya Rasulullah pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab : Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu diturunkannya Al-Qur’an kepadaku." (H.R.Muslim).”
Dilansir dari baznas.go.id, peringatan Maulid Nabi sudah dikenal sejak abad kedua hijriah. Tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Al Mahdi dari Dinasti Abbasiyah.
Adapun yang menggagas perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah Jurasyiyah binti 'Atha. Ia adalah istri dari Khalifah Al Mahdi.
Saat itu Jurasyiyah binti 'Atha memerintahkan penduduk untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di rumah-rumah mereka.
Versi ini merujuk pada kitab Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa karangan Nuruddin Ali.
Baca juga: Bacaan Sholawat Jibril: Arab, Latin, Arti, dan Keutamaannya
Perayaan Maulid Nabi menurut Al Maqrizy dalam kitabnya Al Khutath mulai dirayakan pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Raja pertama Dinasti Fatimiyah, Al Muiz Lidinillah membuat enam hari perayaan, yaitu hari lahir Nabi Muhammad, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein, dan hari lahir raja yang berkuasa.
Tradisi ini sempat dihapus pada masa pemerintahan Al Afdhal, sebelum akhirnya dihidupkan kembali pada masa pemerintahan Al Amir Liahkamillah.
Imam Jalaludin As Suyuthi dalam kitab Husnul Maqshid fi Amalil Maulid menyampaikan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil, salah satu daerah di Irak yang bernama Mudzaffar Abu Said Kukburi bin Zainuddin Ali.
Raya tersebut mengadakan perayaan Maulid Nabi secara besar-besaran sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Katsir.
Baca juga: Kisah Pasukan Bergajah Menjelang Lahirnya Rasulullah SAW
Ada golongan yang melarang perayaan Maulid Nabi dan ada pula yang memperbolehkannya.
Syekh Tajuddin Al Fakihani dalam kitabnya Al Mawrid Fi Amalil Maulid melarang mengadakan peringatan Maulid Nabi karena tidak ada dalil dari Al Quran dan hadits yang menerangkan mengenai hal tersebut.
Ia juga menyampaikan bahwa para ulama juga tidak melaksanakan perayaan tersebut. Hukum merayakan Maulid menurut Syekh Tajuddin Al Fakihani adalah bid’ah.
Sementara Imam Jalaluddin As Suyuthi dalam kitabnya Al Hawi Lil Fatawa menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah yang pelakunya memperoleh pahala. Sebab hal tersebut merupakan bentuk mengagungkan Nabi Muhammad SAW dan mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi yang Mulia.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!