KOMPAS.com - Di Tengah kondisi Masyarakat yang acapkali menghalalkan berbagai cara untuk memperoleh rezeki, ada sebuah kisah inspiratif dari seorang manusia yang selalu menjaga kesuciannya.
Dia tidak mau sedikitpun ada barang haram masuk ke dalam tubuhnya. Ia tahu bahwa barang haram itu akan merusak kesucian hatinya dan dapat menghadirkan Murka Allah kepadanya.
Baca juga: 7 Dampak Memakan Harta Haram di Dunia dan Akhirat
Allah telah melarang memakan makanan yang haram. Barangsiapa yang memakan makanan yang maram, maka daging yang tumbuh akrena makanan tersebut tempatnya di neraka.
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Artinya: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (H.R. At Tirmidzi).
Tsabit merupakan sosok manusia yang selalu menjaga kesucian dirinya. Tsabit sangat berhati-hati dalam bersikap dan bertindak agar jangan sampai mengotori diri dan jatuh ke dalam kehinaan karena kemaksiatan.
Namun pada suatu hari, Tsabit secara tidak sadar memakan buah yang ditemuinya di jalan karena beliau merasa sangat lapar dan kehausan.
Baca juga: Hukum Merampas atau Menjarah Harta Orang Lain dalam Islam
Belum habis buah itu dimakannya, Tsabit segera tersadar bahwa buah itu bukan miliknya. Beliau sangat takut jika apa yang telah masuk ke dalam perutnya merupakan barang yang haram. Maka beliau bergegas mencari sang pemilik kebun untuk meminta keikhlasannya.
Diluar dugaan, pemilik kebun itu mensyaratkan Tsabit untuk menikahi putrinya yang buta, bisu, tuli, dan lumpuh sebagai syarat mengikhlaskan buah apel yang telah dimakannya..
Tanpa bisa menolak, Tsabit menerima tawaran itu. Pernikahan pun berlangsung dengan pemilik kebun sebagai wali dan Tsabit sebagai pengantin laki-laki.
Setelah ijab qabul selesai, Tsabit segera menemui istrinya. Namun betapa terkejutnya Tsabit mendapati istrinya adalah wanita yang sempurna dan cantik parasnya. Dengan rasa penasaran,Tsabit bertanya: “mengapa ayahmu mengatakan engkau buta, bisu, tuli, dan lumpuh?
Baca juga: Dampak Harta Haram dalam Islam, Doa Tak Dikabul hingga Murka Allah
Istrinya menjawab bahwa maksudnya ia buta, bisu, tuli, dan lumpuh adalah karena semua anggota badannya tidak pernah digunakan untuk melihat, mendengar, berbicara, dan melangkah kepada hal-hal yang bersifat maksiat kepada Allah Swt.”
Dari pernikahan dua orang sholeh tersebut, lahirlah Nu’man bin Tsabit atau yang lebih kita kenal dengan nama Imam Abu Hanifah, salah satu imam mazhab yang menjadi panutan umat Islam sampai saat ini.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini