KOMPAS.com - Buang hajat adalah istilah yang digunakan untuk menyebut buang air besar dan buang air kecil. Air besar adalah kotoran manusia atau tinja, sedangkan air kecil adalah kencing.
Buang hajat tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Ada adab-adab yang harus diperhatikan saat melaksanakan aktivitas buang hajat.
Lantas bagaimana adab-adab buang hajat dalam Islam? Berikut pemaparannya.
Baca juga: Tata Cara Wudhu Lengkap dengan Niat, Doa, dan Keutamaannya
Di zaman modern ini, buang hajat umumnya dilakukan di kamar mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi, dianjurkan untuk membaca doa terlebih dahulu. Adapun doanya sebagai berikut:
Arab:
بِسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Latin:
Bismillah, allaahumma innii a’udzubika minal khubutsi wal khobaaits.
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan perempuan.
Doa di atas berasal dari dua hadits Rasulullah Muhammad SAW.
سِتْرٌ مَا بَيْنَ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي آدَمَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُوْلَ: بِسْمِ اللهِ
Artinya: “Penghalang antara jin dan aurat anak Adam jika salah seorang dari kalian memasuki al khalaa’ adalah ia mengucapkan, ‘Bismillah’.” (H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sedangkan hadits tentang lafal doanya adalah sebagai berikut:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ: اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Artinya: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak masuk ke kamar kecil, beliau mengucapkan, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki-laki dan syaitan Perempuan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Doa Setelah Wudhu: Arab, Latin, dan Artinya
Ketika masuk ke kamar mandi, kaki kiri dilangkahkan terlebih dahulu baru diikuti kaki kanan. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW bahwa Beliau mendahulukan bagian tubuh sebelah kanan untuk hal-hal yang baik.
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir rambut, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari dalil hadits di atas, Imam Asy Syaukani menyatakan bahwa mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang hajat dan kaki kanan ketika keluar, maka itu memiliki alas an. Nabi SAW lebih suka mendahulukan yang kanan untuk hal-hal yang baik-baik.
Sedangkan untuk hal-hal yang jelek (kotor), beliau lebih suka mendahulukan yang kiri.
Ketika buang hajat, dilarang untuk menghadap atau membelakangi arah kiblat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا. قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى
Artinya: “Jika kalian mendatangi kamr mandi, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.”
Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Panduan Sholat Khusuf: Bacaan Niat, Tata Cara, dan Amalan-amalannya
Untuk melakukan hal-hal yang sifatnya kotor, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menggunakan anggota tubuh bagian kiri, termasuk saat buang hajat.
إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَمُسُّ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يَسْتَنْجِ بِيَمِيْنِهِ.
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian kencing, janganlah ia menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya. Dan jangan pula ia cebok dengan tangan kanannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Setelah buang hajat selesai, wajib untuk membersihkan kemaluannya, baik menggunakan batu maupun air. Ini termasuk perkara yang penting, sebab ketika tidak membersihkan kemaluannya setelah buang hajat, Allah SWT akan mengazabnya.
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بَيْنَ النَّاسِ بِالنَّمِيْمَةِ.
Artinya: “Sesungguhnya mereka berdua diadzab. Mereka tidak diadzab karena dosa besar. Salah seorang di antara mereka diadzab karena tidak bersuci dari kencingnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ketika sedang buang hajat, dilarang untuk berbicara atau mengobrol dengan orang lain.
إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ, وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ – رَوَاهُ أَحْمَدُ. وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ, وَابْنُ اَلْقَطَّانِ, وَهُوَ مَعْلُول ٌ
Artinya: “Apabila dua orang buang hajat, hendaklah masing-masing bersembunyi dan tidak saling berbicara, karena Allah membenci perbuatan yang demikian itu.” (H.R. Ahmad).
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib Setelah Berhubungan Suami Istri
Ketika masuk ke kamar mandi, hendaknya sesuatu yang bertuliskan lafal Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, atau ayat-ayat Al Quran dilepas atau tidak dibawa ke kamar mandi.
إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ
Aartinya: “Jika (Nabi Muhammad SAW) masuk kamar kecil, beliau melepaskan cincinnya.” (H.R. at Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Daud, dan An Nasai).
Nabi Muhammad SAW pernah melakukan kencing dengan berdiri sebagaimana disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman. Tetapi Aisyah membantahnya karena ia tidak pernah melihat Nabi Muhammad SAW melakukannya.
Namun dalam hal di atas, Aisyah tidak menafikan apa yang disampaikan oleh Hudzaifah bin Yaman.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنْتَهَى إِلَى سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا، فَتَنَحَّيْتُ فَقَالَ: ادْنُهُ، فَدَنَوْتُ حَتَّى قُمْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ، فَتَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ
Artinya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di tempat pembuangan sampah sebuah kaum lalu kencing sambil berdiri, dan aku pun menjauh. Beliau lantas berkata, ‘Mendekatlah.’ Lalu aku mendekat hingga aku berdiri dekat kaki beliau. Beliau kemudian berwudhu dan membasuh bagian atas kedua khuf (sepatu panjang) beliau.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kesimpulannya, dalam keadaan terpaksa, boleh kencing sambil berdiri tetapi lebih utama jika sambil duduk (jongkok).
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib Setelah Keluar Mani
Setelah selesai buang hajat, disunnahkan untuk keluar dari kamar mandi dengan kaki kanan terlebih dahulu, kemudian membaca doa keluar kamar mandi.
Adapun doa keluar kamar mandi adalah sebagai berikut:
Arab:
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَذْهَبَ عَنّى اْلاَذَى وَعَافَانِىْ
Latin:
Alhamdulillahilladzi azhaba 'annil adzaa wa'aafaanii.
Artinya:
Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan.
Atau bisa juga membaca doa:
Arab:
غُفْرَانَكَ
Latin:
Ghuf roonaka.
Artinya:(Ya Allah, aku mengharap) ampunan-Mu.
Doa pendek ini didasarkan pada hadits berikut:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلاَءِ قَالَ: غُفْرَانَكَ.
Artinya: “Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan ‘ghuf roonaka’.” (H.R. At Tirmidzi dan Abu Daud).
Baca juga: Adab Berhubungan Suami Istri dalam Islam
Apabila buang hajat dilakukan di tempat terbuka, ada beberapa adab yang harus diperhatikan.
1. Mencari tempat tersembunyi yang tidak dilihat oleh orang lain
2. Tidak buang hajat di jalan atau tempat lalu lalang manusia dan tempat berteduh
3. Menyingkap pakaian ketika sudah mendekati tempat buang hajat
4. Tidak membuang hajat pada air yang menggenang atau tidak mengalir
5. Bila tidak ada air, bisa membersihkan sisa buang hajat dengan batu, minimal tiga batu
6. Tidak menghadap atau membelakangi kiblat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini