Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Pernikahan Turun Drastis, Kemenag Ajak Kampus Perkuat Ketahanan Keluarga

Kompas.com, 13 Agustus 2025, 12:36 WIB
Farid Assifa

Editor

Sumber Antara

KOMPAS.com – Kementerian Agama (Kemenag) mengajak perguruan tinggi untuk berperan aktif memperkuat ketahanan keluarga, menyusul penurunan angka pernikahan dan tingginya angka perceraian dalam lima tahun terakhir.

Direktur Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengatakan bahwa keluarga perlu masuk dalam agenda strategis pendidikan tinggi.

“Keluarga diharapkan masuk dalam agenda strategis pendidikan tinggi,” ujarnya di Jakarta, Senin, dikutip Antara, Senin (11/8/2025).

Baca juga: Transisi Penuh Haji ke BP Haji, Menag: Prosesnya Masih Panjang

Abu menekankan, studi tentang keluarga tidak hanya menjadi ranah fakultas agama atau sosial, tetapi harus menjadi isu lintas disiplin seperti psikologi, hukum, ekonomi, hingga kebijakan publik.

“Kalau keluarga rapuh, bagaimana mungkin kita bicara tentang bonus demografi atau SDM unggul,” tegasnya.

Data Penurunan Pernikahan

Berdasarkan data Kemenag, jumlah pernikahan pada 2019 tercatat lebih dari dua juta. Namun pada 2024, angka itu merosot drastis menjadi 1.478.424.

Sementara itu, angka perceraian mencapai 466.359 perkara atau setara 31,5 persen dari jumlah pernikahan di tahun yang sama.

Abu menilai ketimpangan ini bukan hanya soal pilihan individu, tetapi juga lemahnya sistem pendukung dalam membangun dan menjaga institusi keluarga.

Dari total penduduk Indonesia tahun 2024 yang mencapai 281 juta jiwa, sekitar 66 juta berada di usia siap menikah (20–35 tahun), namun hanya 23,4 persen di antaranya yang menikah.

Narasi “Takut Menikah” dan Tantangan Ekonomi

Survei GenRe 2024 menunjukkan hanya 26 persen anak muda usia 21–24 tahun yang tidak takut menikah.

Abu mengatakan narasi "marriage is scary" muncul akibat kombinasi masalah ekonomi, beban sosial, dan persepsi negatif terhadap stabilitas perkawinan.

Kemenag pun menyiapkan skema intervensi bertahap, termasuk Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN), dan Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin (Bimwin).

Program tersebut dinilai bisa menjadi fondasi ketahanan keluarga dan akan diperluas hingga pascanikah, terutama lima tahun pertama yang rentan perceraian.

Penguatan Ekonomi Berbasis KUA

Salah satu strategi penguatan adalah pemberdayaan ekonomi berbasis Kantor Urusan Agama (KUA).

“Keluarga yang bertahan di tengah krisis, membesarkan generasi dengan nilai dan ketahanan. Di situlah titik konsentrasi untuk Indonesia Emas 2045,” kata Abu.

Hukum Perceraian dalam Islam

Dalam Islam, perceraian (talak) diizinkan namun sangat dibenci Allah SWT. Talak menjadi jalan terakhir jika upaya damai gagal, dengan aturan yang jelas dalam Al-Quran, antara lain di surat Al-Baqarah ayat 227–232.

Baca juga: Kisah Khaulah binti Tsa’labah, Perempuan yang Doanya Diabadikan dalam Al-Qur’an

Islam mengenal beberapa jenis perceraian, seperti "thalak raj’i" (masih bisa rujuk selama masa iddah) dan "thalak bain" (tidak bisa rujuk kecuali dengan akad nikah baru). Ada pula "khuluk", yaitu perceraian yang diajukan istri dengan kompensasi kepada suami.

Islam menegaskan pentingnya menjaga hak kedua belah pihak, termasuk nafkah selama iddah dan hak asuh anak, agar perceraian tidak merugikan pihak manapun.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com