KOMPAS.com – Pengetatan syarat kesehatan atau istithaah menjadi dilema besar bagi calon jemaah haji Indonesia yang sudah menunggu antrean puluhan tahun.
Badan Penyelenggara (BP) Haji berkomitmen memperketat standar operasional prosedur (SOP) dalam menetapkan istithaah setelah tingginya angka kematian jemaah pada haji 2025.
Kepala BP Haji, Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan, menyebut kebijakan itu berpotensi membuat calon jemaah gagal berangkat meski sudah mendapatkan kesempatan setelah menunggu lama.
“Akan banyak orang-orang yang sudah puluhan tahun menunggu antrean, ketika mendapatkan kesempatan berangkat, tidak bisa berangkat karena faktor kesehatan,” ujar Gus Irfan di Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2025).
Baca juga: Keppres Kementerian Haji dan Pengangkatan Menteri Terbit Pekan Ini
Meski begitu, ia menegaskan keselamatan jemaah tetap menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Yang penting bagi kami, kami bisa menyelamatkan para calon jemaah haji kita. Kita bisa menyelamatkan nama baik Indonesia di mata dunia, menyelamatkan nama baik di mata tuan rumah Arab Saudi,” katanya.
Arab Saudi sebelumnya menegur Indonesia karena tingginya angka kematian jemaah pada haji 2025.
Negeri itu hanya menolerir sekitar 60 jemaah Indonesia meninggal tiap musim haji.
Namun, pada 2025 jumlahnya mencapai 470 orang atau delapan kali lipat dari batas toleransi.
Menurut Gus Irfan, teguran disampaikan langsung oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi beberapa hari setelah puncak ibadah haji di Arafah.
Ia juga menyebut Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman menyinggung hal serupa ketika bertemu Presiden Prabowo Subianto.
“Indonesia menjadi penyumbang separuh dari kematian selama musim haji,” katanya.
Baca juga: Keppres Kementerian Haji dan Pengangkatan Menteri Terbit Pekan Ini
Selain soal angka kematian, Arab Saudi menyoroti jemaah asal Indonesia yang tetap diberangkatkan meski memiliki penyakit serius.
“Ada yang tiap bulan harus cuci darah 2-3 kali masih diberangkatkan. Bahkan ada jemaah dengan komplikasi berat, punggungnya sudah bolong karena diabetes, tetap berangkat,” ujar Gus Irfan.
Menghadapi kondisi tersebut, BP Haji berencana mempercepat tes kesehatan calon jemaah agar tersedia waktu cukup panjang untuk memperbaiki kondisi fisik.
“Masih ada jangka waktu cukup panjang antara tes awal dan rencana keberangkatan. Sehingga jika ada yang sakit, saat dites tidak layak, masih ada masa perbaikan mungkin 8-10 bulan,” jelasnya.
Selain itu, BP Haji bekerja sama dengan Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) untuk menjalankan program Manasik Kesehatan.
Program ini mewajibkan calon jemaah menjalani pembinaan kesehatan sejak satu tahun sebelum keberangkatan.
“Harapannya tahun ini benar-benar memaksimalkan SOP kesehatan. Bukan berarti selama ini tidak punya standar, tetapi standar kita selama ini mungkin belum maksimal,” ucap Gus Irfan.
Ketua Dewan Pembina PP Perdokhi, Muchtaruddin Mansyur, mengatakan pihaknya menyiapkan 16 rekomendasi untuk memperkuat kebijakan istithaah.
Rekomendasi itu mencakup vaksin influenza berbasis sel, vaksin pneumonia, hingga pemberian imunomodulator asli Indonesia seperti ekstrak Phyllanthus Niruri dengan multivitamin.
Sementara itu, Ketua Umum PP Perdokhi, Syarief Hasan Lutfie, menegaskan pentingnya vaksin influenza diberikan sebulan sebelum keberangkatan, serta imunomodulator dikonsumsi rutin tiga bulan sebelumnya.
“Entah itu Covid-19, entah itu pneumonia, itu akan menjadi isu-isu yang selalu ada setiap tahun. Karena mass gathering itu infectious,” ujarnya.
Ia juga menambahkan pentingnya penggunaan ekstrak Phyllanthus niruri sejak dari Tanah Air untuk memperkuat daya tahan tubuh.
“Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menghadapi risiko infeksi yang meningkat, perlu adanya stimulasi. Perlu ada doping untuk meningkatkan imunomodulator supaya nantinya daya tahan kardiovaskuler lebih bagus,” ujarnya.
Sejak 1950, penyelenggaraan haji menjadi tugas Kementerian Agama.
Namun, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024, kewenangan itu resmi beralih ke BP Haji mulai 2026.
DPR RI bersama pemerintah kini tengah menuntaskan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang menegaskan haji menjadi kewenangan penuh BP Haji.
Dalam beleid itu, BP Haji juga berpeluang ditingkatkan statusnya menjadi kementerian.
Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan menuturkan, peringatan itu disampaikan langsung oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi beberapa hari setelah puncak ibadah haji di Arafah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kesehatan Jemaah Asal Indonesia Jadi Tantangan Ibadah Haji 2026"
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!