KOMPAS.com — Langit Cirebon pada Minggu (5/10/2025) sore berubah menjadi panggung keajaiban. Sekitar pukul 18.35 WIB, warga di sejumlah kecamatan bagian timur, seperti Lemahabang dan Mundu, menyaksikan bola api melintas cepat di langit, diiringi dentuman keras beberapa menit kemudian.
Video amatir dari kamera pengawas memperlihatkan cahaya terang meluncur dari barat daya ke timur laut. Tak lama, getaran terasa di sebagian wilayah pesisir. Banyak warga mengira itu ledakan, namun para peneliti mengungkapkan sesuatu yang lebih menakjubkan: meteor besar jatuh di Laut Jawa.
Profesor astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mengonfirmasi bahwa fenomena tersebut memang berasal dari meteor berukuran besar.
Baca juga: Arab Saudi Izinkan Semua Jenis Visa untuk Umrah, Tak Perlu Visa Khusus
“Saya menyimpulkan itu adalah meteor cukup besar yang melintas,” ujar Thomas saat dikonfirmasi di Jakarta, sebagaimana dilansir dari Antara, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, berdasarkan data observasi dan sensor seismik milik BMKG Cirebon, meteor itu melintasi wilayah Kuningan dan Cirebon dari arah barat daya sebelum jatuh di Laut Jawa sekitar pukul 18.39 WIB.
“Ketika memasuki atmosfer yang lebih rendah, meteor menimbulkan gelombang kejut berupa suara dentuman yang terdeteksi BMKG pukul 18.39.12 WIB,” jelasnya.
Dentuman keras tersebut merupakan efek sonik (sonic boom) — suara akibat benda langit yang menembus lapisan atmosfer dengan kecepatan tinggi.
Thomas memastikan fenomena ini tidak menimbulkan bahaya, meskipun terdengar hingga radius puluhan kilometer.
“Fenomena ini alami dan tidak membahayakan. Meteor terbakar di atmosfer, hanya meninggalkan jejak cahaya yang sesaat,” ujarnya.
Fenomena alam langka ini tidak hanya menggugah rasa ingin tahu ilmiah, tetapi juga menyentuh sisi spiritual banyak orang.
Dalam tradisi Islam, peristiwa semacam ini dikenal dalam Al-Qur’an sebagai “syihab” (شِهَاب) atau “syuhub” (شُهُب) — benda bercahaya di langit yang melesat cepat.
Al-Qur’an menyebutnya bukan sekadar pemandangan indah, melainkan juga tanda penjagaan langit dari makhluk halus.
Dalam Surah Al-Mulk ayat 5, Allah berfirman:
“Dan sungguh, Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan itu alat pelempar setan.” (QS. Al-Mulk [67]: 5)
Tafsir klasik seperti karya Ibn Katsir dan Al-Tabari menjelaskan bahwa syihab adalah kilatan api langit (meteor) yang digunakan Allah untuk mengusir jin atau setan yang mencoba mencuri kabar dari langit.
“Apabila setan berusaha mencuri pendengaran, maka ia dikejar oleh syihab, yaitu nyala api yang muncul dari langit,” tulis Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.
Dalam pandangan ilmiah modern, meteor adalah batu atau logam kecil dari luar angkasa yang terbakar ketika masuk ke atmosfer bumi.
Gesekan udara menyebabkan suhu benda itu meningkat hingga ribuan derajat Celsius, menimbulkan cahaya terang di langit malam.
Namun, bagi banyak ulama modern seperti Syekh Tantawi Jauhari dan Muhammad Abduh, penjelasan ilmiah tidak menghapus makna teologis di balik fenomena itu.
Al-Qur’an, kata mereka, bukan buku fisika, tetapi kitab tanda-tanda kebesaran Allah.
Meteor hanyalah salah satu di antara sekian banyak ayat kauniyah, yakni ayat alam semesta yang mengisyaratkan keteraturan ciptaan-Nya.
“Meteor adalah tanda kekuasaan Allah. Ia tampak nyata secara fisik, namun juga memiliki makna spiritual: pengingat bahwa langit dijaga dari hal-hal ghaib,” tulis Tantawi dalam Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim.
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa sebelum diutusnya beliau, setan masih bisa mencuri pendengaran dari langit, tetapi kemudian mereka dihalangi oleh syuhub, yakni kilatan api langit yang membakar mereka.
Dalam tafsir sufistik, fenomena langit ini ditafsirkan sebagai simbol cahaya kebenaran yang mengusir kegelapan kebatilan.
Sebagaimana langit dijaga dengan syihab, hati manusia pun dijaga dengan zikir dan ilmu dari bisikan setan.
Dentuman meteor di Cirebon menjadi pengingat bahwa di balik hukum fisika yang bekerja sempurna, ada keteraturan ilahi yang menjaga alam semesta berjalan pada garisnya.
Bagi warga Cirebon, peristiwa Minggu sore itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik. Namun, bagi yang peka, ia menjadi pengingat bahwa alam semesta tak pernah berhenti bertasbih.
Baca juga: Korban Tertimpa Reruntuhan Termasuk Syahid Akhirat, Ini Penjelasan dalam Islam
Dari sudut pandang ilmiah, itu adalah meteor besar yang jatuh di Laut Jawa.
Dari sudut pandang spiritual, itu adalah syihab, tanda bahwa langit masih dijaga sebagaimana dijelaskan dalam wahyu.
Dalam satu dentuman dan kilatan cahaya, manusia kembali diajak menengadah — mengingat Sang Pencipta yang menggantungkan bintang, mengatur orbit, dan menurunkan pelajaran bahkan lewat sebutir batu langit yang terbakar.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang