KOMPAS.com-Mahar merupakan salah satu kewajiban dalam pernikahan Islam yang sering menimbulkan pertanyaan di masyarakat.
Banyak pasangan masih bingung mengenai makna dan fungsi mahar, baik dari sisi syariat maupun budaya yang berkembang di berbagai daerah.
Salah satu pertanyaan umum adalah apakah mahar harus bernilai tinggi agar pernikahan dianggap sah dan terhormat.
Untuk memahami hal ini, penting menelusuri kembali esensi mahar dalam ajaran Islam serta pandangan para ulama tentang batas minimal dan makna simbolis dari pemberian tersebut.
Baca juga: 34,6 Juta Pernikahan Tidak Tercatat, Kemenag Dorong Anak Muda Catat Nikah Resmi
Dilansir dari Antara, dalam ajaran Islam, mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai syarat sahnya pernikahan.
Ketentuan ini menegaskan prinsip keadilan dan penghargaan terhadap perempuan dalam sebuah ikatan rumah tangga.
Secara etimologis, kata mahar berasal dari bahasa Arab “al-mahr” atau “shadaaq”, yang berarti pemberian sebagai bentuk kesungguhan dan komitmen calon suami.
Mahar tidak hanya sekadar formalitas dalam akad nikah, tetapi simbol tanggung jawab, niat baik, dan keseriusan seorang laki-laki untuk membina keluarga.
Selain uang dan perhiasan, mahar bisa berupa tanah, barang berharga, atau jasa seperti mengajarkan ilmu agama atau menghafal Alquran.
Intinya, mahar harus memiliki nilai manfaat dan disepakati bersama sesuai prinsip Islam yang mengutamakan kemaslahatan dan kesederhanaan.
Baca juga: 9 Jenis Pernikahan yang Dilarang dalam Islam Lengkap dengan Dalil Alquran dan Hadis
Memberikan mahar hukumnya wajib bagi calon suami sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 4.
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـــًٔا مَّرِيْۤـــًٔا ٤
wa âtun-nisâ'a shaduqâtihinna niḫlah, fa in thibna lakum ‘an syai'im min-hu nafsan fa kulûhu hanî'am marî'â
Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (mahar) itu dengan senang hati, terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
Mahar tetap wajib diberikan meski jumlah atau jenisnya tidak disebutkan saat akad nikah.
Setelah akad selesai, hak atas mahar berpindah kepada istri dan tidak dapat ditarik kembali, meskipun pernikahan dibatalkan.
Agar sah secara syariat, mahar harus memenuhi beberapa syarat utama.
Dalam praktiknya, mahar dibedakan menjadi beberapa jenis.
Baca juga: Fenomena Marriage is Scary, Angka Pernikahan Terus Menurun
Syariat Islam tidak menetapkan batas minimum atau maksimum dalam pemberian mahar.
Selama memenuhi unsur nilai dan disepakati kedua belah pihak, mahar dianggap sah.
Hal ini menunjukkan fleksibilitas Islam dalam mengatur mahar agar tidak memberatkan salah satu pihak.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Carilah walaupun hanya cincin dari besi,” yang menegaskan bahwa mahar sederhana pun sah selama disertai niat baik.
Mayoritas ulama, termasuk dalam mazhab Syafi’i, juga berpendapat bahwa mahar dengan nilai rendah diperbolehkan jika disertai kerelaan antara suami dan istri.
Inti dari mahar bukan pada mahal atau murahnya, melainkan pada nilai tanggung jawab dan keikhlasan yang terkandung di dalamnya.
Kesederhanaan mahar tidak mengurangi nilai spiritual pernikahan.
Mahar bukan ukuran harga diri perempuan, melainkan simbol komitmen dan cinta yang tulus untuk membangun rumah tangga yang diridhai Allah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang