KOMPAS.com — Tradisi unik umat Islam aliran Syattariyah di Padang Pariaman, Sumatera Barat, dalam menentukan awal Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri kini resmi menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTbI) 2025.
Tradisi tersebut dikenal dengan nama “Maniliak Bulan” — sebuah warisan spiritual yang telah diwariskan lintas generasi dan menjadi bagian dari identitas keislaman masyarakat pesisir Ulakan Tapakis.
“Dengan ditetapkannya tiga tradisi ini maka sudah ada 15 tradisi di Padang Pariaman yang masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia,” ujar Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Padang Pariaman, Revi Asneli, di Parik Malintang, Selasa (14/10/2025).
Baca juga: Berapa Hari Lagi Puasa Ramadhan 2026 Dimulai? Ini Jadwal dan Hitung Mundurnya
Menurut Revi, pengusulan tradisi tersebut ke Kementerian Kebudayaan RI merupakan upaya serius pemerintah daerah untuk memastikan budaya lokal tetap hidup dan diakui secara nasional.
“Pengakuan ini bukan hanya bentuk kebanggaan, tetapi juga komitmen untuk melindungi dan melestarikan tradisi agar tidak punah oleh perkembangan zaman,” katanya.
Maniliak Bulan sendiri dilakukan umat Islam Syattariyah untuk menentukan 1 Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Mereka melihat hilal dengan mata telanjang tanpa bantuan alat seperti teropong. Biasanya, kegiatan ini dilakukan selepas Salat Magrib di pesisir pantai Ulakan Tapakis atau di titik-titik perbukitan yang memungkinkan pandangan ke arah langit barat.
Menariknya, kegiatan ini tak hanya bersifat religius, tetapi juga sarat nilai kebersamaan. Ketika bertepatan dengan bulan puasa, para jamaah membawa bekal untuk berbuka bersama di lokasi, menambah suasana spiritual dan sosial yang hangat di tengah masyarakat.
Selain Maniliak Bulan, dua tradisi lain asal Padang Pariaman juga turut ditetapkan sebagai WBTbI 2025, yakni “Malacuik Marapulai” dan “Indang Tigo Sandiang.”
“Malacuik Marapulai adalah prosesi adat calon pengantin laki-laki sebelum akad nikah, melambangkan tanggung jawab dan kedewasaan,” jelas Revi.
Sementara Indang Tigo Sandiang merupakan kesenian rakyat yang menampilkan tiga kelompok indang yang tampil bergantian dalam satu pertunjukan, menggambarkan semangat kebersamaan dan harmoni sosial.
Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus menghidupkan tradisi-tradisi tersebut melalui program pelestarian budaya dan penampilan seni pada berbagai kegiatan resmi.
“Seperti Indang Tigo Sandiang yang kini rutin kami tampilkan di acara-acara pemerintah sebagai bagian dari promosi budaya lokal,” tambah Revi.
Baca juga: Ramadhan Kian Dekat, Sudah Qadha Puasa? Simak Cara, Waktu, dan Bacaan Niat Lengkap
Dengan bertambahnya pengakuan terhadap tiga tradisi ini, Padang Pariaman semakin menegaskan diri sebagai salah satu daerah di Sumatera Barat yang kaya akan warisan budaya dan spiritualitas Islam tradisional — kekayaan yang bukan hanya untuk dikenang, tetapi juga untuk dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang