KOMPAS.com — Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Rahmat Pulungan, menyoroti kinerja lembaga pengelola investasi milik negara, Danantara, yang menurutnya belum menunjukkan hasil konkret meski kerap menggaungkan standar internasional dalam pengelolaannya.
“Standarnya internasional, tapi kinerjanya standar aja,” ujar Rahmat dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Rahmat mengkritik lambannya langkah Danantara dalam menindaklanjuti rencana rasionalisasi jumlah BUMN yang telah berbulan-bulan digaungkan dan bahkan diaminkan oleh Presiden.
“Publik, sebagai pembayar pajak yang ikut membiayai BUMN dan gaji tinggi orang-orang pintar di Danantara, berhak bertanya: mana strategi rasionalisasi BUMN yang dijanjikan itu?” tegasnya.
Baca juga: Wasekjen PBNU: Patriot Bond Jangan Jadi Instrumen Danantara Mengelola Sampah
Menurutnya, Danantara seharusnya sudah menyusun strategi rasionalisasi BUMN yang berbasis pada efisiensi, nilai strategis, dan daya saing global. Ia mengingatkan agar proses ini tidak hanya bergantung pada rekomendasi dari masing-masing holding BUMN.
“Kalau hanya begitu, maka keberadaan Danantara tidak ada gunanya,” tambah Rahmat.
Lebih lanjut, Rahmat menyinggung soal pengelolaan dana dividen dan hasil penerbitan Patriot Bond yang menurutnya tidak jelas arahnya.
“Sesuai standar pengelolaan sovereign wealth fund internasional, dana itu harus memiliki tujuan jelas, kerangka hukum kuat, dan tidak digunakan untuk pembiayaan fiskal jangka pendek,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Danantara semestinya melaporkan aktivitas, kinerja, dan risiko secara terbuka kepada publik, serta tunduk pada audit independen.
“Penempatan dana pada SBN pun harus dilandasi kajian risiko yang matang. Saya yakin para petinggi Danantara yang lulusan Amerika dan punya pengalaman global paham soal itu,” sindirnya.
Rahmat juga mempertanyakan dasar kajian penerbitan Patriot Bond yang dilakukan saat dividen BUMN belum direinvestasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Yang terjadi justru hasil penerbitan Patriot Bond ditambahkan dengan dividen malah dibelikan SBN. Jadi apa logika investasinya?” katanya.
Ia menyoroti pula lemahnya transparansi lembaga tersebut.
“Katanya pengelolaannya transparan, tapi websitenya cuma berisi profil umum, tidak ada rencana kerja, tidak ada laporan keuangan yang diterbitkan. Media sosial yang aktif cuma Instagram,” ungkapnya.
Baca juga: Pembangunan Kampung Haji di Makkah, Danantara Pastikan Akomodasi Jemaah Indonesia Nyaman
Rahmat menambahkan bahwa keterbukaan soal gaji dan fasilitas pengelola Danantara juga penting untuk akuntabilitas publik.
“Selalu pakai standar internasional, tapi gaji, tunjangan, dan fasilitasnya nggak pernah dispill. Kalau berhasil atau gagal, reward dan punishment-nya apa? Itu kan uang rakyat yang dikelola Danantara,” ujarnya.
Ia menegaskan, hal krusial yang seharusnya dijaga Danantara adalah kepercayaan publik dan investor.
“Kalau model kerjanya seperti ini, gimana publik dan investor mau percaya?” pungkas Rahmat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang