Editor
KOMPAS.com — Tahun 2025 menjadi salah satu fase paling bergejolak dalam sejarah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Organisasi Islam terbesar di Indonesia itu diguncang konflik internal yang berpuncak pada polemik pemakzulan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
Dinamika yang berlangsung berbulan-bulan tersebut menyita perhatian publik, memunculkan perbedaan tafsir soal kewenangan organisasi, sekaligus menguji soliditas jam’iyah Nahdlatul Ulama.
Kisruh ini bermula dari menguatnya ketegangan di internal PBNU pada paruh kedua 2025.
Sejumlah isu strategis, termasuk perbedaan pandangan kebijakan organisasi dan dinamika kepengurusan, memicu silang pendapat di antara elite NU.
Dalam situasi itu, sejumlah tokoh PBNU, termasuk Ketua PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), meminta warga NU tetap tenang dan menjaga kondusivitas organisasi.
Seruan tersebut disampaikan untuk meredam kegaduhan agar tidak meluas ke akar rumput.
Selengkapnya Baca: Dinamika PBNU, Gus Ipul Minta Warga NU Tenang dan Jaga Kondusifitas
Di tengah memanasnya situasi, PBNU mengumpulkan para Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) di Surabaya.
Pertemuan tersebut dihadiri langsung oleh Gus Yahya. Forum itu dimaksudkan sebagai ruang konsolidasi sekaligus klarifikasi atas berbagai isu yang berkembang.
Namun, alih-alih meredakan polemik, pertemuan tersebut justru mempertegas adanya perbedaan sikap di internal PBNU.
Selengkapnya baca: PBNU Kumpulkan Para Ketua PWNU di Surabaya, Gus Yahya Hadir
Gus Yahya kemudian secara terbuka menegaskan tidak memiliki niat untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU.
Ia menyatakan mandat kepemimpinannya bersumber dari Muktamar NU dan hanya bisa diakhiri melalui mekanisme yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.
Penegasan itu disampaikan menyusul munculnya wacana pemakzulan yang mulai beredar di ruang publik.
Selengkapnya baca: Gus Yahya Tegaskan Tak Ada Niat Mundur dari Jabatan Ketua Umum PBNU
Seiring waktu, dokumen yang disebut sebagai “risalah pemakzulan” ikut mencuat. Dokumen tersebut memicu perdebatan tajam di kalangan pengurus dan kiai NU.
Gus Yahya kembali menegaskan bahwa dirinya tidak mundur dan menganggap berbagai upaya yang dilakukan di luar mekanisme muktamar sebagai tidak sah. Pada fase ini, konflik internal PBNU kian terbuka dan sulit dibendung.
Upaya islah pun mulai diikhtiarkan. Sejumlah kiai sepuh NU dijadwalkan bertemu di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, untuk membahas polemik internal PBNU.
Pertemuan para kiai sepuh ini dipandang sebagai ikhtiar moral untuk meredam konflik dan menjaga keutuhan NU sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah.
Namun, hingga pertemuan tersebut berlangsung, perbedaan pandangan tetap belum menemukan titik temu.
Di tengah polemik itu, PBNU juga melakukan perubahan di jajaran pengurus.
Gus Ipul membenarkan pencopotan salah satu pengurus PBNU dan meminta kader NU tidak berspekulasi.
Langkah-langkah organisasi ini semakin menegaskan bahwa konflik tidak hanya menyentuh pucuk pimpinan, tetapi juga merembet ke struktur kepengurusan.
Selengkapnya Baca: Risalah Pemakzulan hingga Penegasan Gus Yahya Tak Mundur dari Ketum PBNU dan Para Kiai Sepuh Dijadwalkan Bertemu di Lirboyo Bahas Polemik Internal PBNU
Sikap berbeda kemudian ditunjukkan oleh sekitar 50 kiai yang menyatakan kesepakatan bahwa tidak ada pemakzulan terhadap Gus Yahya dan PBNU harus tetap utuh hingga Muktamar.
Pernyataan ini memperlihatkan adanya dukungan signifikan terhadap kepemimpinan Gus Yahya, sekaligus menandakan bahwa PBNU terbelah dalam menyikapi langkah-langkah Syuriyah.
Selengkapnya baca: 50 Kiai Sepakat Tak Ada Pemakzulan Gus Yahya, PBNU Tetap Utuh hingga Muktamar
Puncak polemik terjadi ketika Syuriyah PBNU menyatakan Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025.
Pernyataan tersebut disertai dengan beredarnya surat yang ditujukan kepada Gus Yahya.
Namun, Syuriyah kemudian menegaskan bahwa surat tersebut bukan surat pemberhentian, melainkan bagian dari dinamika organisasi.
Penjelasan ini justru memunculkan tafsir ganda di kalangan pengurus dan warga NU.
Selengkapnya Baca: Syuriyah PBNU: Gus Yahya Tak Lagi Jadi Ketum sejak 26 November 2025
Gus Yahya dengan tegas menyatakan bahwa surat yang menyebut pemberhentiannya sebagai Ketua Umum PBNU tidak sah secara konstitusional.
Ia menilai tidak ada satu pun mekanisme organisasi yang dijalankan secara utuh untuk memberhentikan dirinya.
Di sisi lain, dinamika kepengurusan terus berjalan, termasuk pergantian Sekretaris Jenderal PBNU, di mana Saifullah Yusuf tak lagi menjabat dan digantikan oleh Amin Said Husni.
Desakan rekonsiliasi pun semakin menguat. Kiai dan nyai muda NU menyerukan penyelesaian konflik melalui musyawarah terbuka agar NU tidak terus terseret dalam polemik elite.
Namun, perbedaan tafsir atas keabsahan rapat pleno PBNU kembali mencuat. Kubu Gus Yahya menegaskan rapat pleno tersebut tidak sah dan menyebut mayoritas pengurus memilih tidak mengikutinya.
Selengkapnya Baca: Kubu Gus Yahya Tegaskan Rapat Pleno PBNU Tak Sah, Mayoritas Pengurus Pilih Ikuti Seruan Kiai Sepuh
Di tengah kebuntuan, muncul keputusan penunjukan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU. Menteri Agama berharap pleno Syuriyah dapat menjadi solusi atas konflik yang berlarut-larut.
Pada hari pertama kerjanya, KH Zulfa Mustofa mengklaim kondisi NU mulai normal, meski klaim tersebut kembali diperdebatkan oleh kubu Gus Yahya.
Gus Yahya sendiri tetap menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU yang sah. Ia menyerukan islah dan meminta seluruh warga NU menempatkan persatuan organisasi di atas kepentingan kelompok.
Baca juga: Zulfa Mustofa Jadi Pj Ketum PBNU, Menag Harap Pleno Syuriyah Jadi Solusi Perpecahan dan Gus Yahya Tegaskan Masih Ketua Umum Sah PBNU, Serukan Islah di Tengah Polemik Internal
Namun, konflik belum sepenuhnya reda. Menjelang akhir tahun, isu tambang yang melibatkan PBNU kembali disorot dan disebut-sebut sebagai salah satu akar konflik internal, memperpanjang daftar persoalan yang membelit organisasi.
Selengkapnya Baca: Ketua PBNU Gus Ais Tegaskan Isu Tambang Jadi Akar Konflik Internal
Kaleidoskop 2025 mencatat kisruh internal PBNU sebagai pelajaran penting tentang tata kelola organisasi, kepemimpinan kolektif, dan pentingnya mekanisme musyawarah.
Polemik pemecatan Gus Yahya bukan sekadar persoalan jabatan, melainkan cermin kompleksitas dinamika NU sebagai organisasi besar dengan sejarah panjang.
Menjelang tahun berganti, harapan besar disematkan agar NU mampu keluar dari konflik dengan menjunjung nilai islah, kebijaksanaan para kiai, dan semangat persatuan sebagaimana diwariskan para pendiri dan masyayikh.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang