Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keteguhan Bilal bin Rabah, Muazin Pertama, di Tengah Siksaan

Kompas.com, 22 Desember 2025, 17:00 WIB
Norma Desvia Rahman,
Khairina

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bilal bin Rabah dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling tepercaya, bukan karena status sosial atau kekayaan, tetapi karena keteguhan imannya, keberanian menghadapi siksaan, dan kesetiaan tanpa batas kepada Allah serta Rasul-Nya.

Ia adalah simbol persamaan derajat manusia dalam Islam, diangkat dari gelapnya perbudakan menjadi suara panggilan salat yang menggema di seluruh penjuru saat itu.

Awal Masuk Islam, Keteguhan di Tengah Penindasan

Dikutip dari buku The Great Sahabat karya Rizem Aizid, Bilal lahir di Mekkah sekitar tahun 580 Masehi sebagai budak dari Bani Jumah. Ayahnya, Rabah adalah budak Arab, sedangkan ibunya, Hamamah, diperkirakan berasal dari Abisinia (Ethiopia) yang ditawan kemudian diperbudak.

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah, Bilal termasuk di antara As-Sabiqûn al-Awwalûn, orang-orang pertama yang masuk Islam.

Baca juga: Kisah Bilal bin Rabah: Sang Muadzin Rasulullah SAW

Perubahan keyakinannya itu menarik perhatian majikannya saat itu, Umayyah bin Khalaf, seorang pemuka Quraisy yang keras menentang dakwah.

Iman Bilal tidak mudah tergoyahkan. Ketika disiksa dengan berat di padang pasir, ia tetap tegar mengucapkan “Ahad, Ahad,” satu, satu, sebagai pengakuan akan keesaan Allah SWT — meskipun tubuhnya dilumuri pasir panas di bawah terik mentari.

Keteguhan hati itu kemudian menarik perhatian Abu Bakar Ash-Shiddiq yang membeli Bilal dan membebaskannya dari perbudakan.

Baca juga: Usianya Belum 22 Tahun, Al-Fatih Taklukkan Kota yang Dianggap Mustahil

Ditunjuk sebagai Muazin Pertama

Setelah dibebaskan, Bilal menjadi salah satu sahabat yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW dan aktif dalam dakwah.

Ketika umat Muslim mulai menetap di Madinah dan perlu sebuah cara untuk menandai waktu shalat, muncullah gagasan tentang adzan, panggilan untuk sholat.

Karena suaranya yang lantang, merdu, dan penuh penghayatan, Nabi Muhammad SAW memilih Bilal sebagai muazin pertama dalam sejarah Islam.

Ia mengumandangkan adzan dengan penuh khidmat, bukan sekadar sebagai rutinitas, tetapi sebagai panggilan spiritual yang mengikat umat kepada Allah SWT.

Momen itu menjadi simbol penting, suara seorang mantan budak kini menggema sebagai panggilan suci yang menyatukan umat Muslim dalam ibadah.

Bahkan setelah penaklukan Mekkah, Bilal diperintahkan untuk naik ke atas Ka’bah memanggil kaum Muslimin, suatu kehormatan yang membawa pesan kuat tentang persamaan derajat manusia di mata Islam.

Baca juga: Syahid yang Berjalan di Bumi, Kisah Pengorbanan Thalhah bin Ubaidillah

Siksaan dan Keteguhan Iman yang Tak Pernah Surut

Perjalanan Bilal menuju statusnya sebagai muazin bukan tanpa ujian. Dalam masa awal dakwah, ia mengalami siksaan berat dari majikannya, termasuk dipaksa berbaring di pasir panas dengan batu di dadanya.

Meski begitu, iman Bilal tetap teguh dan ia terus mengulang kalimat Tauhid yang menggetarkan.

Keteguhan itu tidak hanya menarik perhatian sahabat lain, tetapi juga menunjukkan bahwa ketakwaan dan keberanian lahir dari keyakinan yang kuat, bukan dari status sosial atau kekuasaan.

Bilal menjadi salah satu contoh paling menonjol tentang bagaimana Islam membebaskan manusia dari belenggu sosial dan memberikan identitas baru berdasarkan iman.

Azan Terakhir dan Rindu yang Tak Terucap

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada 632 M, kehidupan Bilal berubah. Ketika diminta untuk mengumandangkan adzan di Madinah, hatinya terguncang.

Setiap kali ia sampai pada kalimat “Ashhadu anna Muhammadan Rasulullah”, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, suaranya terhenti oleh tangis, karena rasa rindu yang mendalam kepada Nabi SAW.

Tak mampu lagi melanjutkan tugas itu di kota yang penuh kenangan, Bilal kemudian meninggalkan Madinah dan menetap di Syam (sekarang termasuk Suriah).

Dalam pengasingannya, ia tetap setia kepada agama yang dicintainya, berjuang dan berdoa agar suatu hari ia bertemu kembali dengan Rasulullah SAW.

Suatu ketika, ia kembali ke Madinah atas permintaan cucu Nabi, Bilal kembali mengumandangkan adzan.

Namun momen itu menjadi azan perpisahan; setelah sampai pada kalimat tentang Nabi SAW, suaranya terhenti dan kerumunan menangis mengenang masa lalu yang penuh cinta dan kebersamaan.

Tidak lama kemudian, Bilal jatuh sakit dan wafat di Damaskus pada tahun 640 M, dalam usia sekitar 60 tahun.

Baca juga: Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah

Suara yang Menginspirasi Umat

Kisah Bilal bin Rabah adalah sejarah tentang keteguhan iman di tengah siksaan, kebebasan dari perbudakan, dan pengabdian tanpa pamrih kepada Allah dan Nabi SAW.

Suara adzan yang pernah ia lantunkan bukan hanya panggilan waktu sholat, tetapi juga lambang kemenangan spiritual seseorang yang menembus batas sosial dan sejarah dirinya sendiri.

Dalam tiap lantunan Bilal yang menyebut “Allahu Akbar”, ada pesan abadi bahwa keimanan kuat mampu membentuk karakter mulia dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi masa kini, sebuah warisan yang terus hidup di hati jutaan umat Muslim di seluruh dunia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Musyawarah Kubro Lirboyo Didukung GKBN-NU, Dorong Islah dan Cegah Dualisme PBNU
Musyawarah Kubro Lirboyo Didukung GKBN-NU, Dorong Islah dan Cegah Dualisme PBNU
Aktual
Doa Memohon Keberkahan di Bulan Rajab Lengkap dengan Terjemahannya
Doa Memohon Keberkahan di Bulan Rajab Lengkap dengan Terjemahannya
Doa dan Niat
PMB PTKIN 2026 Diluncurkan, Berikut Jadwal UMPTKIN Resmi Kemenag
PMB PTKIN 2026 Diluncurkan, Berikut Jadwal UMPTKIN Resmi Kemenag
Aktual
Keteguhan Bilal bin Rabah, Muazin Pertama, di Tengah Siksaan
Keteguhan Bilal bin Rabah, Muazin Pertama, di Tengah Siksaan
Aktual
Doa Penenang Hati dan Pikiran Ketika Gelisah Lengkap dengan Artinya
Doa Penenang Hati dan Pikiran Ketika Gelisah Lengkap dengan Artinya
Doa dan Niat
Muhammadiyah Salurkan 30 Ton Beras dari UEA untuk Korban Banjir di Sumut dan Aceh
Muhammadiyah Salurkan 30 Ton Beras dari UEA untuk Korban Banjir di Sumut dan Aceh
Aktual
Zaid bin Haritsah, Satu-satunya Sahabat Nabi yang Disebut Alquran
Zaid bin Haritsah, Satu-satunya Sahabat Nabi yang Disebut Alquran
Aktual
Doa Agar Terhindar dari Penyakit Ain Beserta Artinya
Doa Agar Terhindar dari Penyakit Ain Beserta Artinya
Aktual
Apa Itu Udzur? Pengertian, Macam-Macam, dan Contohnya dalam Islam
Apa Itu Udzur? Pengertian, Macam-Macam, dan Contohnya dalam Islam
Doa dan Niat
Perjuangan dan Bakti Tanpa Batas kepada Ibu, Kisah Uwais al-Qarni
Perjuangan dan Bakti Tanpa Batas kepada Ibu, Kisah Uwais al-Qarni
Aktual
Azab Bagi Pelakor di Kehidupan Dunia dan Akhirat
Azab Bagi Pelakor di Kehidupan Dunia dan Akhirat
Doa dan Niat
Gus Yahya Taslim pada Keputusan Musyawarah Kubro Lirboyo, Siap Diperiksa dan Dorong Islah PBNU
Gus Yahya Taslim pada Keputusan Musyawarah Kubro Lirboyo, Siap Diperiksa dan Dorong Islah PBNU
Aktual
Gus Yahya Menyatakan Patuh dan Siap Menjalankan Islah di Lirboyo
Gus Yahya Menyatakan Patuh dan Siap Menjalankan Islah di Lirboyo
Aktual
Teks Doa Hari Ibu 2025 Resmi dari KemenPPPA, Dibacakan Saat Upacara
Teks Doa Hari Ibu 2025 Resmi dari KemenPPPA, Dibacakan Saat Upacara
Aktual
Musyawarah Kubro Lirboyo Tekankan Islah, Rais Aam PBNU Kembali Absen untuk Ketiga Kalinya
Musyawarah Kubro Lirboyo Tekankan Islah, Rais Aam PBNU Kembali Absen untuk Ketiga Kalinya
Aktual
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com