Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Musa dan Harun, Dakwah Lembut di Hadapan Penguasa Zalim

Kompas.com, 31 Desember 2025, 11:00 WIB
Norma Desvia Rahman,
Khairina

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Musa kini mendapat hak istimewa yang tak pernah dimiliki manusia biasa, berbicara langsung dengan Tuhan.

Setelah menempuh perjalanan bersama keluarganya melewati Madyan, suara ilahi itu datang, memanggil Musa bukan sebagai pelarian, bukan pula sebagai anak asuh istana, melainkan sebagai nabi.

Sebuah mandat yang tidak diperoleh melalui jenjang pendidikan atau garis keturunan, tetapi melalui titah langsung Tuhan.

Baca juga: Doa Mustajab Nabi Musa AS agar Dimudahkan Segala Urusan

Tugas yang diembankan kepadanya jauh dari kata ringan. Musa diminta mendatangi Firaun, raja Mesir yang dikenal bengis dan absolut.

Seorang penguasa yang membangun kekuasaannya di atas keyakinan palsu, menganggap dirinya tuhan, merasa berhak menentukan hidup dan mati manusia.

Di bawah sistem itu, Bani Israil hidup dalam penindasan panjang. Kini, Tuhan menilai waktunya telah tiba. Musa dipanggil untuk menantang kekuasaan yang menuhankan diri sendiri.

Baca juga: Teguran Allah SWT kepada Nabi Musa AS Berujung Dipermalukan Nabi Khidir

Keberanian yang Disertai Kecemasan

Dikutip dari buku Kisah-kisah Pembebasan dalam Qur'an karya Eko Prasetyo, Musa bukan sosok tanpa gentar.

Ia membawa keyakinan, tetapi juga kegelisahan. Yang dimintanya bukan senjata, bukan pula penangguhan tugas, melainkan seorang sahabat.

Musa meminta Harun, saudaranya, untuk menyertainya. Ia sadar mukjizat tongkat yang bisa berubah menjadi ular tidak akan bermakna tanpa keberanian dan kelapangan jiwa. Harun dengan kefasihan dan ketenangannya, diyakini mampu melengkapi kekurangan itu.

Permintaan itu dikabulkan. Tuhan bukan hanya mengizinkan, tetapi juga mengingatkan Musa tentang jejak perlindungan yang telah lama menyertainya, ketika ia masih bayi, dihanyutkan di Sungai Nil, lalu diasuh di bawah pengawasan Tuhan sendiri.

Ingatan itu meneguhkan keyakinan Musa bahwa perjalanan ini bukan dimulai hari ini, melainkan telah dirancang sejak lama.

Perintah yang Mengejutkan

Ketika misi dimulai, Tuhan memberikan arahan yang justru terasa paradoksal. Musa dan Harun diperintahkan untuk menyampaikan pesan dengan kata-kata yang lemah lembut, meski berhadapan dengan penguasa yang melampaui batas.

Pesan ini mengguncang nalar. Bagaimana mungkin kelembutan diarahkan kepada sosok yang oleh Alquran sendiri digambarkan kejam dan durhaka.

Namun, di situlah letak etika dakwah yang ditekankan, kebenaran tidak dibawa dengan kemarahan, apalagi kebencian.

Kekuasaan yang keras tidak dilawan dengan kebuasan serupa. Pesan ilahi menuntut kesabaran, adab, dan harapan bahwa bahkan penguasa zalim masih mungkin tersentuh oleh kesadaran atau rasa takut kepada Tuhan.

Baca juga: Kisah Nabi Musa AS Menurut Al Quran yang Penuh Hikmah

Keyakinan di Tengah Ketakutan

Kecemasan Musa dan Harun manusiawi. Nama Firaun identik dengan kekerasan dan hukuman tanpa ampun.

Namun, Tuhan menenangkan mereka. Keduanya tidak sendirian. Tuhan mendengar dan melihat setiap langkah mereka. Keyakinan itu menjadi perisai yang menyingkirkan kabut keraguan.

Berbekal itulah Musa dan Harun memilih jalan damai. Tidak ada pemberontakan bersenjata. Tidak ada propaganda kasar.

Mereka membawa kebenaran dengan ketenangan, sebuah strategi yang kelak berulang dalam banyak ajaran Al-Qur’an, mencela dan memaki bukan jalan pembebasan.

Ujian Baru

Setelah Firaun ditaklukkan, ujian tidak berhenti. Justru Bani Israil umat yang dibebaskan menjadi tantangan berikutnya.

Mereka mudah terpesona oleh kemegahan fisik dan mukjizat. Permintaan demi permintaan diajukan, berhala untuk disembah, makanan beragam untuk memuaskan selera. Tuhan seolah diperlakukan sebagai pelayan keinginan naif.

Musa menegur dengan tegas, tetapi tidak mengutuk. Tongkat mukjizat tidak digunakan untuk melampiaskan amarah kepada umatnya sendiri. Kesabaran kembali menjadi kata kunci.

Baca juga: 9 Mukjizat Nabi Musa Lengkap: Dari Tongkat Hingga Laut Terbelah

Harun dan Ujian Kepemimpinan 

Ketika Musa pergi ke Bukit Thur untuk menerima wahyu, Harun ditinggalkan memimpin umat yang rapuh keyakinannya.

Di saat itulah Samiri muncul, menciptakan ilusi keimanan melalui patung anak sapi. Harun berada di pilihan yang nyaris mustahil, jika bertindak keras, umat akan terpecah, jika diam, kesesatan akan meluas.

Harun memilih jalan paling sulit, lembut namun tegas. Ia mengingatkan, memperingatkan, dan bertahan menjaga sisa-sisa iman.

Ia tidak menggantikan Musa, tidak pula merebut kepemimpinan. Ia hanya menjaga agar benteng keyakinan tidak runtuh sepenuhnya.

Ketika Musa kembali dan mendapati kaumnya tersesat, amarahnya memuncak dan Harun menjadi sasaran.

Namun Harun mengingatkan dengan sapaan paling personal: “Wahai putra ibuku…”.

Sebuah panggilan yang melunakkan kemarahan dan mengembalikan kesadaran akan persaudaraan.

Baca juga: Lokasi Dialog Nabi Musa dengan Allah di Mesir Dijadikan Resor Mewah

Persahabatan dalam Misi Kenabian

Kisah Musa dan Harun memperlihatkan betapa rapuh dan beratnya jalan dakwah. Bahkan dua nabi pun diuji oleh emosi, kekecewaan, dan salah paham.

Namun, persahabatan yang dibangun di atas iman menjaga mereka tetap satu arah: menyatukan, bukan memecah, membimbing, bukan menghakimi.

Di tengah dunia yang gemar melawan kekerasan dengan kekerasan, kisah ini menawarkan jalan lain.

Jalan yang tidak selalu cepat, tidak selalu heroik, tetapi berakar pada kesabaran, kelembutan, dan keyakinan bahwa kebenaran paling kokoh justru lahir dari cara yang paling manusiawi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Bulan Januari 2026, Cek Tanggal dan Niatnya
Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Bulan Januari 2026, Cek Tanggal dan Niatnya
Aktual
Doa Akhir Tahun 2025 dan Doa Awal Tahun 2026, Lengkap dengan Bacaan dan Artinya
Doa Akhir Tahun 2025 dan Doa Awal Tahun 2026, Lengkap dengan Bacaan dan Artinya
Doa dan Niat
Kalender Hijriah 2026, Lengkap dengan Jadwal Puasa Sunnah dan Hari Besar Islam 1446–1447 H
Kalender Hijriah 2026, Lengkap dengan Jadwal Puasa Sunnah dan Hari Besar Islam 1446–1447 H
Aktual
Daripada Hura-hura, MUI Anjurkan Muhasabah di Malam Tahun Baru
Daripada Hura-hura, MUI Anjurkan Muhasabah di Malam Tahun Baru
Aktual
Dari Penentang Menjadi Pelindung, Kisah Umar bin Al-Khattab Memeluk Islam
Dari Penentang Menjadi Pelindung, Kisah Umar bin Al-Khattab Memeluk Islam
Aktual
Kisah Musa dan Harun, Dakwah Lembut di Hadapan Penguasa Zalim
Kisah Musa dan Harun, Dakwah Lembut di Hadapan Penguasa Zalim
Aktual
Kisah Abu Lahab: Dari Sukacita hingga Permusuhan yang Membinasakan
Kisah Abu Lahab: Dari Sukacita hingga Permusuhan yang Membinasakan
Aktual
Kisah Abdurrahman bin Auf, Menjadi Kaya Tanpa Terikat Dunia
Kisah Abdurrahman bin Auf, Menjadi Kaya Tanpa Terikat Dunia
Aktual
Kapan Waktu Terbaik Shalat Dhuha? Ini Penjelasan Sesuai Sunnah.
Kapan Waktu Terbaik Shalat Dhuha? Ini Penjelasan Sesuai Sunnah.
Doa dan Niat
Bagian-Bagian Ka'bah: Nama, Letak, dan Artinya dalam Islam
Bagian-Bagian Ka'bah: Nama, Letak, dan Artinya dalam Islam
Aktual
Doa Agar Diberi Kesabaran dan Ganti yang Lebih Baik Saat Terkena Musibah
Doa Agar Diberi Kesabaran dan Ganti yang Lebih Baik Saat Terkena Musibah
Doa dan Niat
58 Persen Guru Agama Islam SD Belum Fasih Membaca Al Quran
58 Persen Guru Agama Islam SD Belum Fasih Membaca Al Quran
Aktual
Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun: Amalan Penting di Pergantian Tahun
Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun: Amalan Penting di Pergantian Tahun
Aktual
Pergantian Tahun Masehi dalam Pandangan Islam: Bukan Perayaan Sakral, Momentum Muhasabah
Pergantian Tahun Masehi dalam Pandangan Islam: Bukan Perayaan Sakral, Momentum Muhasabah
Aktual
Panduan Memotong Kuku dalam Islam: Waktu dan Urutan Memotongnya
Panduan Memotong Kuku dalam Islam: Waktu dan Urutan Memotongnya
Doa dan Niat
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com