Editor
KOMPAS.com-Di tengah situasi Makkah yang sarat tekanan, ketidakadilan, dan penindasan terhadap kaum Muslim, datang sebuah peristiwa besar yang mengubah arah sejarah dakwah Islam, yaitu keislaman Umar bin Al-Khattab.
Umar memeluk Islam pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian, hanya berselang tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muththalib lebih dahulu menyatakan keimanan.
Dilansir dari laman MUI, dalam kitab Sirah al-Nabawiyah, Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa jauh sebelum peristiwa tersebut, Rasulullah telah memanjatkan doa agar Islam diperkuat oleh salah satu tokoh paling berpengaruh di kalangan Quraisy.
Baca juga: Kisah Umar Bin Khattab, Dari Penentang Menjadi Pembela Islam
Doa itu diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ath-Thabarani.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ. قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ
“Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang lebih Engkau cintai, Abu Jahl bin Hisyam atau Umar bin Al-Khattab.”
Para perawi menyebut Allah SWT memilih Umar sebagai sosok yang kelak menjadi pilar kekuatan umat Islam.
Benih hidayah dalam diri Umar mulai tumbuh pada suatu malam ketika ia berjalan tanpa tujuan hingga tiba di sekitar Baitul Haram.
Di tempat itu, Umar menyibak penutup Ka’bah dan mendapati Rasulullah sedang menunaikan shalat sambil melantunkan Surah Al-Haqqah.
Umar terdiam dan menyimak setiap ayat yang dibacakan.
Dalam batinnya, Umar menduga bacaan itu hanyalah syair seperti yang biasa diucapkan para penyair Quraisy.
Namun prasangka tersebut langsung dipatahkan oleh ayat berikutnya.
اِنَّهٗ لَقَوۡلُ رَسُوۡلٍ كَرِيۡمٍۚ ۙ ٤٠ وَّمَا هُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍؕ قَلِيۡلًا مَّا تُؤۡمِنُوۡنَۙ٤١
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar wahyu yang diturunkan kepada Rasul yang mulia, dan bukan perkataan seorang penyair.” (Al-Haqqah: 40–41)
Baca juga: Kisah Umar bin Khattab: Pemimpin Berani dan Adil dalam Sejarah Islam
Umar kemudian menduga bacaan tersebut berasal dari seorang tukang tenung.
Sekali lagi, prasangka itu dipatahkan oleh ayat berikutnya.
وَلَا بِقَوۡلِ كَاهِنٍؕ قَلِيۡلًا مَّا تَذَكَّرُوۡنَؕ٤٢ تَنۡزِيۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِيۡنَ ٤٣
“Dan bukan pula perkataan tukang tenung, melainkan wahyu dari Tuhan seluruh alam.” (Al-Haqqah: 42–43)
Sejak malam itu, Umar mengakui cahaya Islam mulai meresap ke dalam hatinya.
Namun fanatisme jahiliyah, gengsi sebagai bangsawan Quraisy, dan kebencian terhadap dakwah Nabi membuat Umar tetap berada di barisan penentang.
Puncak kemarahan Umar terjadi ketika ia keluar rumah dengan pedang terhunus dan niat membunuh Rasulullah.
Di tengah perjalanan, Nu’aim bin Abdullah mencegatnya dan mengabarkan bahwa saudari Umar, Fathimah, telah memeluk Islam.
Umar mendatangi rumah Fathimah dengan amarah yang meluap.
Dari dalam rumah terdengar lantunan ayat Alquran yang justru semakin menyulut emosinya.
Umar memukul iparnya dan menampar Fathimah hingga darah mengalir di wajahnya.
Pemandangan itu mengguncang batinnya dan memunculkan rasa penyesalan yang mendalam.
Umar kemudian meminta lembaran Alquran yang sedang dibaca.
Setelah membersihkan diri, Umar membaca Surah Thaha dengan hati yang mulai luluh.
Bacaan itu menuntunnya hingga ayat ke-14.
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ ١٤
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Thaha: 14)
Ayat tersebut menundukkan hatinya sepenuhnya.
Dengan bimbingan Khabbab bin Al-Aratt, Umar mendatangi Rasulullah di rumah Al-Arqam.
Rasulullah menyambutnya dengan doa agar Islam dimuliakan melalui Umar.
Di hadapan Nabi, Umar mengucapkan dua kalimat syahadat dengan penuh keyakinan.
Takbir pun menggema hingga ke Masjidil Haram.
Keislaman Umar mengguncang para pemuka Quraisy dan menguatkan barisan kaum Muslim.
Umar secara terbuka mengumumkan imannya dan menantang siapa pun yang mencoba menghalangi.
Meski dikeroyok, Umar tetap berdiri teguh tanpa gentar.
Ia kemudian mengajak Rasulullah berdakwah secara terbuka.
Baca juga: Dosa Membiarkan Tetangga Lapar, Peringatan Keras dari Umar Bin Khattab
Dua barisan kaum Muslim dipimpin Hamzah dan Umar menuju Ka’bah, membuat Quraisy terdiam.
Sejak saat itu, Umar mendapat gelar Al-Faruq, pembeda antara kebenaran dan kebatilan.
Keislaman Umar bin Al-Khattab menjadi titik balik penting dalam sejarah dakwah Islam.
Dari sosok yang membawa pedang permusuhan, Umar berubah menjadi pelindung risalah dan benteng umat.
Keteguhan iman Umar tidak hanya menguatkan kaum Muslim pada masa awal Islam, tetapi juga meninggalkan teladan keberanian, ketulusan, dan ketegasan yang terus hidup sepanjang zaman.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang