KOMPAS.com- Melayat orang meninggal umum dilakukan masyarakat. Namun, perilaku sebagian pelayat terkadang membuat keluarga yang sedang berduka merasa lebih berat.
Pelayat seringkali melontarkan pertanyaan berulang tentang kronologi kematian. Meskipun terkadang dianggap basa-basi, bisa menambah beban emosional keluarga yang ditinggalkan.
Padahal, seperti dilansir laman Muhammadiyah, Islam telah memberikan pedoman jelas tentang bagaimana seorang muslim bertakziyah.
Baca juga: Benarkah Arwah Orang yang Sudah Meninggal bisa Gentayangan? Begini Penjelasannya
Takziyah seharusnya menjadi wujud doa, penghiburan, dan cara meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Seorang muslim dianjurkan untuk membaca istirja’ ketika mendengar kabar musibah, seperti tertulis dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 156
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
alladzîna idzâ ashâbat-hum mushîbah, qâlû innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).
Selain itu, Rasulullah SAW juga mengajarkan doa:
اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
“Ya Allah, berilah aku pahala karena musibah ini dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik.”
Dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa saja yang membaca doa tersebut ketika ditimpa musibah, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللهُ {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا»
Baca juga: Doa untuk Orangtua yang Sudah Meninggal: Arab, Latin, dan Artinya
Takziyah bukan ajang membahas detail kematian, melainkan kesempatan untuk menguatkan keluarga yang ditinggalkan.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ
“Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, milik-Nya pula apa yang Dia berikan, dan setiap sesuatu di sisi-Nya memiliki batas waktu tertentu. Maka hendaklah engkau bersabar dan mengharap pahala.” (HR. Bukhari).
Keteladanan Rasulullah SAW juga menunjukkan empati yang tulus.
Ketika cucu beliau dalam keadaan sekarat, Nabi menangis. Saat sahabat bertanya, beliau menjawab:
“Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penuh kasih sayang.” (HR. Bukhari).
Baca juga: 3 Amalan yang Tidak Terputus Setelah Meninggal Dunia dan Cara Mengamalkannya
Salah satu bentuk kepedulian adalah membuatkan makanan bagi keluarga almarhum.
Rasulullah SAW bersabda setelah wafatnya Ja‘far bin Abi Thalib:
إِنَّ آلَ جَعْفَرٍ قَدْ شُغِلُوا بِشَأْنِ مَيِّتِهِمْ فَاصْنَعُوا لَهُمْ طَعَامًا
“Sesungguhnya keluarga Ja‘far sedang sibuk dengan urusan musibah mereka, maka buatkanlah makanan untuk mereka.” (Sunan Ibnu Majah).
Artinya, pelayat dianjurkan membantu keluarga, bukan justru membebani mereka dengan urusan jamuan.
Adab melayat paling utama adalah menghadiri salat jenazah dan mengantarkan hingga ke pemakaman.
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menghadiri jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirath. Dan barangsiapa menghadirinya hingga dimakamkan, maka baginya dua qirath.” Para sahabat bertanya, “Apa itu dua qirath?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung besar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini