KOMPAS.com-Khutbah Jumat memiliki kedudukan sangat penting dalam rangkaian sholat Jumat.
Keberadaan khutbah menjadi salah satu syarat sah sholat Jumat sehingga isi dan tata cara penyampaiannya tidak boleh sembarangan.
Khatib perlu memahami rukun-rukun khutbah Jumat agar khutbah yang disampaikan memenuhi ketentuan fikih dan ibadah jamaah tetap sah.
Ulama besar Nusantara, Syekh Nawawi Al-Bantani, menjelaskan rukun khutbah Jumat secara rinci dalam kitab Kasyifatus Saja Syarh Safinatun Naja (Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah, t.t., h. 96).
Baca juga: Khutbah Jumat: Tips untuk Shalat Khusyuk
Dilansir dari laman Kemenag, penjelasannya merangkum lima rukun khutbah Jumat yang wajib dipenuhi oleh khatib setiap kali menyampaikan khutbah.
Berikut uraian lengkap rukun khutbah Jumat menurut Syekh Nawawi Al-Bantani.
Syekh Nawawi menyebut ada lima rukun khutbah yang menjadi penentu sah tidaknya khutbah Jumat.
Kelima rukun tersebut meliputi memuji Allah, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad, menyampaikan wasiat takwa, membaca ayat Alquran, serta mendoakan kaum mukmin.
Setiap rukun memiliki ketentuan teknis yang perlu diperhatikan oleh khatib saat menyusun maupun menyampaikan khutbah.
Baca juga: Khutbah Jumat: Dua Hal yang Paling Banyak Memasukkan Manusia ke Surga
Rukun pertama khutbah Jumat adalah memuji Allah di khutbah pertama dan khutbah kedua.
Syekh Nawawi menegaskan bahwa pujian harus menggunakan lafaz yang mengandung kata “hamdun” atau turunannya.
Contoh lafaz yang memenuhi rukun ini antara lain alhamdulillah, ahmadullaha, lillahil hamdu, atau ana hamidullaha.
Lafaz lain seperti asy-syukru dan sejenisnya tidak dianggap memenuhi rukun memuji Allah meskipun secara makna mengandung ungkapan syukur.
Kata “Allah” juga harus disebut secara eksplisit dalam pujian tersebut.
Pujian kepada Allah tidak sah jika hanya menyebut salah satu nama-Nya selain lafaz “Allah”, misalnya dengan mengucapkan alhamdu lir-rahman atau sejenisnya.
Ketentuan ini menunjukkan betapa rinci ulama mengatur tata cara memuji Allah dalam khutbah sebagai bagian dari penghormatan terhadap ibadah Jumat.
Baca juga: Khutbah Jumat 14 November 2025: Mengembalikan Fungsi Masjid
Rukun kedua khutbah Jumat adalah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad di khutbah pertama dan kedua.
Lafaz shalawat harus mengandung kata “ash-shalatu” atau derivasinya.
Contoh lafaz shalawat yang memenuhi rukun ini antara lain ash-shalatu ala Muhammad, ushalli ala Muhammad, atau ana mushallin ‘ala Muhammad.
Penyebutan nama Nabi Muhammad boleh menggunakan nama lain yang dinisbatkan kepadanya, seperti Ahmad, an-Nabiyul Mahi, atau an-Nabiyul Hasyir.
Khatib tidak dianggap membaca shalawat jika hanya menggunakan dhamir (kata ganti) tanpa menyebut nama Nabi secara jelas.
Contoh lafaz yang tidak mencukupi rukun ialah ash-shalatu ‘alaihi karena tidak menyebutkan Muhammad atau nama lain yang menunjuk kepada beliau.
Rincian ini memperlihatkan perhatian fikih terhadap kejelasan siapa yang dimaksud dalam bacaan shalawat.
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat: Menggapai Surga dengan Rahmat Allah SWT
Rukun ketiga khutbah Jumat adalah menyampaikan wasiat takwa di khutbah pertama dan kedua.
Wasiat takwa berarti ajakan, nasihat, atau dorongan kepada jamaah agar bertakwa kepada Allah.
Syekh Nawawi menjelaskan bahwa wasiat takwa tidak harus memakai lafaz “wasiat” atau turunannya.
Ucapan seperti ushikum dan sejenisnya memang biasa dipakai, namun tidak menjadi satu-satunya bentuk yang sah.
Ajakan untuk menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sudah termasuk wasiat takwa walaupun tidak menggunakan kata “wasiat” secara eksplisit.
Penjelasan ini menegaskan bahwa substansi nasihat agar mendekat kepada ketaatan merupakan inti dari rukun wasiat takwa.
Rukun keempat khutbah Jumat adalah membaca ayat Alquran di salah satu khutbah, dengan keutamaan membacanya pada khutbah pertama.
Ayat yang dibaca sebaiknya berkaitan dengan janji Allah, ancaman, hukum, atau kisah, sehingga selaras dengan tema nasihat dalam khutbah.
Syekh Nawawi menyebut membaca sebagian ayat panjang dinilai lebih utama dibandingkan membaca satu ayat yang pendek.
Bacaan ayat tidak dianggap cukup jika lafaz yang dibaca hanya mengandung pujian kepada Allah atau berisi dorongan untuk memuji-Nya saja.
Satu bacaan tidak bisa digunakan sekaligus untuk dua rukun, misalnya rukun memuji Allah dan rukun membaca ayat Alquran.
Contoh ayat yang tidak boleh dimaksudkan sekaligus sebagai hamdalah dan rukun bacaan ayat adalah firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 1:
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمٰتِ وَالنُّوْرَ
Artinya:
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan-kegelapan dan cahaya.”
Khatib tetap perlu memisahkan bacaan pujian kepada Allah dan bacaan ayat Al-Qur’an agar masing-masing rukun terpenuhi dengan jelas.
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat: Menggapai Surga dengan Rahmat Allah SWT
Rukun kelima khutbah Jumat adalah mendoakan kebaikan akhirat bagi kaum mukmin pada khutbah kedua.
Syekh Nawawi, dengan mengutip pendapat Imam Syarqowi, menjelaskan bahwa doa harus mencakup kaum mukmin secara umum.
Doa yang hanya menyebut kaum mukmin perempuan (mu’minat) tanpa menyertakan kaum mukmin laki-laki (mu’minin) tidak dianggap cukup sebagai pemenuhan rukun.
Khatib disarankan membaca doa yang jelas mengarah pada kebaikan akhirat, misalnya memohon ampunan, rahmat, dan keselamatan bagi kaum mukminin.
Rukun ini menegaskan fungsi khutbah sebagai media doa bersama bagi umat Islam, bukan hanya ruang nasihat dan peringatan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang