Penulis
KOMPAS.com - Riba adalah kelebihan atau tambahan yang disyaratkan dalam transaksi keuangan atau pertukaran barang yang bertentangan dengan syariah. Praktek riba merugikan satu pihak dan termasuk dosa besar dalam Islam.
Banyak masyarakat yang menganggap riba hanya sebatas bunga bank saja. Padahal dalam praktek kehidupan sehari-hari, ada beberapa bentuk riba yang terkadang tidak disadari. Bentuk riba ini dianggap lazim. Untuk lebih memahami tentang riba, berikut pembahasannya.
Baca juga: Doa Bulan Rajab Lengkap Arab, Latin, dan Artinya
Riba termasuk perbuatan terlarang dalam Islam. Perbuatan ini dilarang dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 275.
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
Artinya: "...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." (Q.S. Al Baqarah: 275).
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW memasukkan riba ke dalam golongan dosa-dosa besar.
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
Artinya: "Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang membinasakan." Dikatakan kepada beliau, "Apakah tujuh dosa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina." (H.R. Muslim).
Baca juga: Kumpulan Hadits Lemah dan Palsu Seputar Bulan Rajab
Larangan riba tidak hanya ditujukan untuk orang yang memungut riba saja, tetapi juga untuk orang yang menjadi korban riba, serta saksi atas riba tersebut.
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ
Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, kedua saksi dan penulisnya." (H.R. At Tirmidzi).
Ada beberapa transaksi yang mengandung riba dalam kehidupan sehari-sehari. Terkadang transaksi ini dianggap wajar, padahal ada unsur riba di dalamnya.
Utang piutang dengan tambahan bunga atau kelebihan dalam membayar utang termasuk riba. Rentenir, pinjaman online (pinjol), atau segala bentuk utang piutang dengan syarat melebihkan dalam membayar termasuk riba.
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ
Artinya: “Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan, maka itu dihukumi haram.” (H.R. Al Baihaqi).
Baca juga: Mengenal 4 Bulan Haram dalam Kalender Hijriah dan Keistimewaannya
Kredit barang menjadi solusi untuk memiliki barang ketika keuangan menipis. Namun dalam pandangan Islam, membayar harga lebih mahal karena penundaan pembayaran termasuk dalam riba nasi'ah (riba karena penundaan).
Misalnya harga jika membayar barang secara tunai adalah 20 juta, tetapi jika pembayaran ditunda atau dicicil menjadi 30 juta. Maka hal tersebut termasuk riba.
Akad salam adalah akad yang membolehkan pembeli membayar lebih awal untuk barang yang akan diserahkan di masa depan. Akad seperti tidak berlaku untuk transaksi emas.
Akad emas harus dilakukan secara langsung, ada uang ada barang. Hal ini disebut dengan istilah 'yadan bi yadin' (يَدًا بِيَدٍ), yaitu serah terima langsung atau tunai seketika. Tidak boleh membayar terlebih dahulu baru emasnya diserahkan kemudian atau di lain hari.
Jika hal tersebut terjadi, maka transaksi ini juga termasuk riba nasi'ah (riba karena penundaan).
Baca juga: Doa di Bulan Rajab dan Artinya, Amalan yang Diajarkan Rasulullah untuk Menyambut Ramadhan
Menjelang hari raya, biasanya terjadi lonjakan penukaran uang baru untuk memberikan THR atau uang lebaran. Jika uang lama 100 ribu ditukar dengan uang baru menjadi 90 ribu, atau uang 100 ribu baru dibayar dengan 110 ribu, maka hal ini termasuk riba.
Namun ada sebagian yang memperbolehkan jika akadnya adalah ijarah. Adanya tambahan uang dalam penukaran tersebut disebut ujrah atau upah karena telah memberikan jasa atas usaha menukarkan uang baru.
Barter atau menukarkan barang dengan ukuran berbeda untuk jenis barang yang sama termasuk riba fadhl atau riba karena adanya penambahan. Misalkan emas beras 10 kg kualitas A ditukar dengan beras 12 kg dengan kualitas B.
Meskipun berbeda kualitas, kalau komoditasnya sama dan ditukar dengan adanya penambahan takaran, maka termasuk riba.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Artinya: “Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (H.R. Muslim).
Baca juga: Doa Ketika Mencari Barang Hilang Agar Segera Ditemukan
Menabung emas di bank atau di pegadaian rawan masuk ke dalam riba. Transaksi emas harus dilakukan secara tunai. Bila seseorang ingin membeli emas seberat 5 gram. Namun ia tidak punya uang sebanyak itu, kemudian ia mencicil misal setiap bulan Rp. 500 ribu. Maka ini termasuk riba nasi'ah (riba karena adanya penundaan pembayaran barang).
Tetapi misal seseorang menabung di bank, kemudian ketika mencapai uang tertentu, kemudian dibelikan emas dengan transaksi tunai oleh pihak bank, maka hal ini tidak termasuk riba.
Misal seseorang menggadaikan barang, kemudian ketika jatuh tempo pengembalian uang gadai tidak bisa membayar, dan ada tambahan biaya karena keterlambatan pembayaran uang gadai, maka hal ini termasuk riba.
Transaksi valuta asing secara tidak tunai, maka hal ini termasuk riba. Misalnya menukar uang asing senilai 100 dolar kemudian uang diserahkan beberapa hari kemudian, maka hal ini termasuk riba nasi'ah.
Baca juga: 10 Tips Mudah Bangun untuk Sholat Tahajud, Lengkap dengan Hadis
Dalam asuransi konvensional ada unsur gharar atau ketidakpastian, ketidakjelasan dalam akadnya yang menyebabkan satu pihak dirugikan dengan transaksi tersebut.
Premi asuransi yang dibayarkan dianggap sebagai transaksi yang tidak seimbang karena hasilnya tidak pasti. Transaksi ini bersifat spekulatif dan menimbulkan potensi bunga sehingga masuk ke dalam unsur riba.
Berdasarkan uraian di atas, maka riba banyak terjadi di sekiar dan terkadang tidak disadari. Oleh karena itu, dalam melakukan transaksi harus jelas akadnya di awal sehingga tidak berpotensi menimbulkan riba.
Baca juga: Doa untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal Dunia
Harta dari hasil riba tidak akan membawa keberkahan. Allah SWT akan memusnahkan riba. Dalam hal ini harta yang diperoleh dari hasil riba akan lenyap karena diperoleh dengan cara yang haram.
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Q.S. Al Baqarah: 276).
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang