KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Rahmat Pulungan, menyoroti kebijakan pemerintah yang menerbitkan obligasi negara Patriot Bond kepada kalangan konglomerat. Ia menilai, meski kebijakan ini merupakan terobosan menarik, tetapi arah penggunaannya belum strategis.
Rahmat mengatakan, pada prinsipnya ia tidak menolak gagasan penerbitan Patriot Bond, terlebih jika tujuannya untuk memperkuat perekonomian nasional. Namun, menurutnya, pemerintah juga perlu mewajibkan perusahaan-perusahaan besar dan multinasional yang telah lama beroperasi di Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam skema tersebut.
“Saya setuju pemerintah menerbitkan Patriot Bond untuk konglomerat. Ini terobosan menarik. Namun bagusnya, kewajiban itu juga dibebankan ke perusahaan-perusahaan multinasional yang sudah lama beroperasi di Indonesia,” ujar Rahmat di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Baca juga: Pembangunan Kampung Haji di Makkah, Danantara Pastikan Akomodasi Jemaah Indonesia Nyaman
Rahmat menilai penggunaan dana hasil penerbitan Patriot Bond sebesar Rp 50 triliun oleh Danantara untuk membiayai proyek pengelolaan sampah (waste to energy) tidak bersifat strategis dan kurang tepat sasaran.
“Surat utang negara melalui danantara senilai Rp 50 triliun itu dipakai Danantara membiayai proyek pengelolaan sampah. Itu tidaklah strategis,” katanya.
Menurutnya, pengelolaan sampah seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan besar dan multinasional yang menghasilkan limbah industri, bukan dibebankan kepada negara melalui penerbitan surat utang.
“Kalau memang mau kelola sampah, suruh saja perusahaan-perusahaan besar yang hasilkan sampah itu bikin waste to energy seperti PSEL(pengolahan sampah menjadi energi listrik),” tegasnya.
“Atau perusahaan asing yang sudah lama beroperasi di Indonesia ikut mengelola sampah, tanpa harus investasi dari penerbitan Patriot Bond,” lanjutnya.
Rahmat juga menilai, alokasi dana hasil Patriot Bond lebih baik diarahkan untuk mendukung program MBG dan koperasi merah putih yang dinilainya lebih produktif serta menyentuh langsung kehidupan ekonomi masyarakat kecil.
“Dana Patriot Bond seharusnya digunakan untuk membiayai koperasi merah putih dan MBG. Ini kan program patriotik dan ada dimensi bisnisnya. Apalagi kabarnya program MBG dan Koperasi merah putih ini kekurangan investor. Kalau hanya untuk proyek pengolahan sampah, pemerintah bisa memaksa para produsen sampah terbesar di Indonesia untuk bertanggung jawab lewat kebijakan green policy dan pengembangan budaya green living,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rahmat mengingatkan agar pemerintah fokus pada penyusunan kebijakan makro lingkungan, bukan turun langsung mengerjakan proyek teknis seperti pengelolaan sampah.
Ia menilai langkah pemerintah melalui Danantara menunjukkan belum adanya pembagian tanggung jawab lingkungan yang proporsional antara negara dan pelaku usaha.
“Sayang uang Danantara dipakai untuk kelola sampah. Jangan jadikan Patriot Bond sebagai alat untuk terus memproduksi sampah baru,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa penawaran investor terhadap Patriot Bond telah mencapai lebih dari Rp50 triliun.
Baca juga: Pembangunan Kampung Haji di Makkah, Danantara Pastikan Akomodasi Jemaah Indonesia Nyaman
Obligasi tersebut diterbitkan untuk membiayai proyek energi terbarukan, termasuk waste to energy, dalam rangka mendukung visi pemerintah mewujudkan ekonomi hijau.
Namun, menurut Rahmat Pulungan, arah kebijakan tersebut berisiko menjauhkan tanggung jawab dari korporasi besar yang selama ini menjadi sumber utama sampah, polusi dan limbah.
“Jangan sampai negara yang sibuk membersihkan, sementara perusahaan besar terus menghasilkan sampah dan limbah tanpa kewajiban memperbaikinya,” tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang