KOMPAS.com-Dalam ajaran Islam, sholat menempati posisi istimewa sebagai ibadah paling agung.
Ia disebut sebagai tiang agama sekaligus penghubung utama antara manusia dan Allah SWT.
Namun, tidak semua sholat memiliki kualitas yang sama.
Sebagian orang menunaikan sholat hanya untuk menggugurkan kewajiban, sementara sebagian lain menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati.
Baca juga: Apa Itu Sholat Sunah Safar? Ini Dalil, Niat, dan Waktu Pelaksanaannya”
Dilansir dari laman Kemenag, Imam Abu Hamid Al-Ghazali, ulama dan sufi besar abad ke-11, memberi perhatian mendalam terhadap makna spiritual sholat.
Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menulis bahwa sholat bukan hanya rutinitas ibadah, melainkan pengalaman batin yang menghidupkan hati dan menyadarkan manusia akan kehadiran Tuhan.
Imam Al Ghazali menegaskan:
“Hakikat sholat adalah hadirnya hati di hadapan Allah. Siapa yang berdiri dalam sholat sementara hatinya berpaling kepada dunia, maka ia seperti tubuh tanpa ruh.”
Artinya, sholat yang sejati bukan sekadar gerakan tubuh, tetapi perjumpaan ruhani antara hamba dan Tuhannya.
Tujuan utamanya bukan sekadar menggugurkan kewajiban, melainkan menumbuhkan kesadaran, cinta, dan ketenangan batin dalam hubungan spiritual dengan Allah SWT.
Baca juga: Apakah Menelan Sisa Makanan saat Sholat Membatalkan Ibadah? Ini Penjelasan Ulama
Menurut Al-Ghazali, shalat mencerminkan kehidupan batin seseorang.
Jika hati lalai, maka sholat akan kosong dari makna.
Sebaliknya, jika hati hidup, sholat akan menjadi jalan menuju kedekatan dengan Allah.
Karena itu, kualitas sholat bergantung pada sejauh mana hati seseorang hadir dan terhubung dengan Tuhannya.
Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali menguraikan tujuh tingkatan sholat yang menunjukkan kualitas ibadah seseorang:
Semakin tinggi tingkatannya, semakin dalam pula hubungan spiritual seorang hamba dengan Tuhannya.
Baca juga: Doa Setelah Sholat Taubat dan Artinya, Lengkap dengan Bacaan Arab dan Latin
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa sebelum melaksanakan sholat.
Menurutnya, hati yang kotor tidak akan mampu merasakan kehadiran Allah.
Ada tiga hal utama yang perlu disiapkan sebelum sholat:
Persiapan ini akan menumbuhkan rasa hormat dan kesadaran spiritual saat berdiri menghadap Allah SWT.
Baca juga: Hukum Niat Menjadi Imam Saat Sholat Sendirian, Begini Penjelasan Ulama
Dalam karya lainnya, Al-Adab fid Din, Imam Al-Ghazali menjelaskan adab dan tata krama shalat yang bisa menumbuhkan kekhusyukan.
Beliau menulis bahwa seseorang perlu merendahkan diri, menghadirkan hati, menghindari waswas, dan menundukkan pandangan.
Ruku’ dilakukan dengan rasa tunduk, sujud dengan penuh kerendahan, tasbih dengan pengagungan, dan salam dengan kelembutan hati.
Gerakan dan bacaan bukan sekadar ritual, melainkan ekspresi kerendahan dan ketulusan di hadapan Sang Pencipta.
Imam Al-Ghazali meyakini bahwa sholat yang dilakukan dengan penuh kesadaran adalah obat bagi hati yang gelisah.
Dalam Ihya’ Ulumuddin, beliau menulis:
“Sholat adalah penyucian hati dari karat dunia. Sebagaimana air membersihkan tubuh, shalat membersihkan ruh dari debu dosa.”
Sholat yang berkualitas mampu menenangkan batin, menghapus kesedihan, dan menumbuhkan rasa cukup.
Orang yang merasakan kelezatan dalam sholat akan menjadikan ibadah itu sebagai kebutuhan jiwa, bukan kewajiban yang berat.
Bagi Imam Al-Ghazali, puncak dari kualitas sholat adalah saat seseorang menemukan kenikmatan dalam sujud.
Di saat itulah ia merasa paling dekat dengan Allah dan enggan beranjak dari posisi itu.
Sujud menjadi momen tertinggi dari perjalanan spiritual — titik di mana hati seorang hamba benar-benar menyatu dengan Tuhannya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang