KOMPAS.com-Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Rekening Dormant dalam Munas XI sebagai respons atas permohonan PPATK. Permohonan tersebut diajukan setelah PPATK menemukan lebih dari Rp 190 triliun dana yang masuk kategori dormant.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh, menyampaikan bahwa rekening dormant tetap berstatus sebagai milik pemilik rekening. Bank berkewajiban memberi tahu pemilik atau ahli waris terkait status dana tersebut.
“Fatwa tentang status dormant ini ditetapkan sebagai respons atas permohonan dari PPATK, yang menjelaskan bahwa sesuai data yang dimiliki, ada lebih Rp 190 triliun yang masuk kategori dormant,” Ni’am di Jakarta, Senin (24/11/2025), dilansir dari Antara.
Baca juga: Bantah Diblokir PPATK, Rekening Ketua MUI Cholil Nafis Masuk Kategori Dormant
Ni’am menambahkan bahwa setelah dilakukan klarifikasi, masih tersisa lebih dari Rp 50 triliun dana yang tidak diketahui pemiliknya.
Melalui Munas XI, MUI menetapkan panduan hukum Islam mengenai status dan perlakuan atas rekening dormant agar memiliki pedoman jelas.
Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta tersebut menegaskan bahwa penerbitan fatwa ini diharapkan dapat memperbaiki tata kelola, mewujudkan kemaslahatan, serta mencegah kerugian atau mudarat.
“Di satu sisi jangan sampai didiamkan tanpa upaya mengingatkan kepada pemilik, tapi di sisi lain juga jangan sampai diam tak produktif,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok.
Baca juga: MUI Ungkap Fatwa Baru: Rp 190 Triliun Rekening Dormant Bisa Dialihkan ke Lembaga Sosial
Ni'am menegaskan bahwa rekening dormant secara syar’i tetap menjadi hak penuh pemiliknya. Bank memiliki kewajiban hukum untuk mengingatkan pemilik terkait status tersebut.
Ia menjelaskan bahwa apabila pemilik rekening tidak ditemukan, dana tersebut dikategorikan sebagai al-mal al-dla’i atau harta tak bertuan dalam fikih.
Dana wajib diserahkan kepada lembaga sosial agar digunakan bagi kemaslahatan umum.
Pada lembaga keuangan syariah, dana dormant wajib dikelola berdasarkan prinsip syariah, termasuk penyaluran dana ke lembaga sosial Islam untuk kepentingan umat.
Ni’am juga menekankan bahwa setiap Muslim tidak diperbolehkan menelantarkan dana sehingga tidak bermanfaat.
“Tindakan menelantarkan dana melalui rekening dormant yang mengakibatkan hilangnya manfaat harta atau terjadinya penyalahgunaan dan kejahatan, hukumnya haram,” tegasnya.
Baca juga: Rekening Tabungan Haji BSI Tumbuh 13,51 Persen, Capai 6,33 Juta hingga Juli 2025
PPATK sebelumnya menyampaikan kepada Komisi Fatwa MUI bahwa terdapat rekening dormant dalam jumlah besar dan sebagian terindikasi terkait tindak pidana. Permohonan fatwa diajukan sebagai upaya menghadirkan kepastian hukum dalam transaksi keuangan kontemporer.
Fatwa ini ditetapkan oleh ulama Komisi Fatwa MUI dari seluruh Indonesia, pimpinan perguruan tinggi keagamaan Islam, serta perwakilan pesantren.
Harta adalah sesuatu yang bernilai dan sah dimiliki menurut syariat.
Rekening dormant adalah rekening tidak aktif dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan.
Dana dormant tetap milik nasabah.
Bank wajib mengingatkan pemilik rekening.
Dana dormant yang tidak diaktifkan wajib disalurkan ke lembaga sosial dan rekening ditutup.
Lembaga keuangan syariah wajib mengelola dana dormant berdasarkan prinsip syariah, termasuk penyaluran ke lembaga sosial Islam seperti BAZNAS.
Penelantaran dana dormant hingga menimbulkan mudarat hukumnya haram.
Pemilik rekening dianjurkan memanfaatkan dana secara produktif.
Bank wajib mencegah penyalahgunaan rekening dormant.
Pemerintah melalui PPATK, OJK, dan Kemenkeu wajib mengamankan dana dormant dengan tetap menjaga hak pemilik.
Selain Fatwa Rekening Dormant, MUI juga menetapkan fatwa lain seperti Pajak Berkeadilan, Pengelolaan Sampah di Sungai–Danau–Laut, Status Saldo Uang Elektronik Hilang/Rusak, serta Fatwa Asuransi Jiwa Syariah terkait manfaat kematian.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih. Berikan apresiasi sekarang