Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Piagam Madinah, Landasan Toleransi dan Persatuan Umat Islam

Kompas.com, 23 Desember 2025, 11:21 WIB
Norma Desvia Rahman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah pada 622 M bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi menandai babak baru sejarah peradaban Islam.

Setelah tiba di Madinah yang saat itu dikenal sebagai Yatsrib, beliau menghadapi tantangan besar yaitu, menyatukan masyarakat yang majemuk, terdiri atas kelompok Muslim Muhajirin dan Anshar, suku-suku Arab, serta komunitas Yahudi yang memiliki tradisi dan agama berbeda.

Untuk itulah lahir, Piagam Madinah sebuah dokumen perjanjian yang menjadi fondasi kehidupan bersama dan pemerintahan awal umat Islam.

Baca juga: Kisah Usamah bin Zaid: Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam

Awal Mula Terbentuknya Piagam Madinah

Kondisi sosial Madinah sebelum hijrah Nabi ditandai oleh perbedaan suku, agama, dan kepentingan politik.

Diperkirakan populasi kota itu terdiri dari Muslim, penganut paganisme, serta komunitas Yahudi yang cukup besar.

Dalam upaya menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan stabil, Nabi Muhammad menginisiasi dialog dan pertemuan dengan berbagai kelompok ini.

Setelah Muhajirin dan Anshar bersatu, beliau menyusun Piagam Madinah yang kemudian disepakati oleh para pemimpin komunitas.

Dokumen itu merekam kesepakatan untuk hidup berdampingan dalam satu ummah dengan prinsip kesetaraan, toleransi, serta tanggung jawab bersama.

Perjuangan Rasulullah dalam Menyatukan Masyarakat Baru

Dikutip dari buku Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW karya Ja’far Subhani, perjuangan Nabi Muhammad tidak mudah.

Beliau harus menengahi perselisihan suku Aus dan Khazraj yang telah lama berkonflik, serta mendapatkan kepercayaan dari komunitas religi lain.

Melalui pendekatan moral dan kebijakan yang adil, beliau berhasil menyatukan berbagai pihak dalam satu rangkaian tanggung jawab sosial dan politik.

Peran beliau bukan hanya sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai negosiator, hakim, dan mediator yang memastikan setiap pihak merasa dihargai dalam kerangka peraturan umum yang disepakati bersama.

Baca juga: Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah

Tujuan Piagam Madinah

Piagam Madinah bertujuan mewujudkan kedamaian dan ketertiban sosial di tengah keberagaman.

Dokumen ini memuat pasal-pasal yang mengatur hubungan antar kelompok, termasuk hak dan kewajiban setiap pihak, perlindungan nyawa dan harta, serta ketentuan tentang kerja sama menghadapi ancaman luar.

Piagam itu menegaskan bahwa seluruh warga Madinah, meski beragama berbeda, merupakan satu komunitas (ummah) yang harus hidup rukun, saling membantu, dan saling menjaga keadilan.

Hal ini mencerminkan prinsip dasar kehidupan bermasyarakat yang toleran dan inklusif, jauh melampaui sekadar aturan agama atau etnis tertentu.

Makna dan Pengaruh Piagam Madinah

Piagam Madinah sering disebut sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah Islam dan bahkan menjadi salah satu dokumen awal yang mengatur tata hubungan antar agama dan kelompok sosial dalam satu komunitas politik.

Dalam konteks modern, piagam ini memiliki makna penting sebagai model kerja sama lintas identitas, menjamin kebebasan beribadah, hak sipil, serta perlindungan terhadap minoritas.

Prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, termasuk penghormatan terhadap kebebasan beragama dan perlindungan hak individu, menjadi pelajaran penting dalam membangun masyarakat plural yang damai dan berkeadilan.

Baca juga: Kisah Perang Uhud: Kekalahan Umat Islam atas Pasukan Kaum Musyrikin

Isi Utama Piagam Madinah

Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang memuat berbagai ketentuan penting bagi kehidupan bersama. Beberapa pasal utama antara lain:

  • Pasal 1: Menyatakan bahwa mereka, Muslim dan pihak yang terikat perjanjian adalah satu umat yang berbeda dari manusia lainnya.
  • Pasal 2–10: Mengatur hubungan berbagai suku Madinah dalam soal pembayaran diat (tebusan darah) dan tata cara penyelesaian perselisihan secara adil.
  • Pasal 11–14: Menegaskan solidaritas antar mukminin, termasuk kewajiban saling membantu, larangan pembunuhan sesama Muslim, dan menentang tindakan zalim.
  • Pasal 16: Menetapkan bahwa kaum Yahudi yang setia pada perjanjian berhak atas bantuan dan pertolongan sepanjang mereka tidak mengkhianati kesepakatan.
  • Pasal 20–21: Menegaskan bahwa pihak yang menjalin perjanjian tidak boleh membantu musuh dalam konflik, serta aturan tentang hukuman bagi pelaku pembunuhan.
  • Pasal 24–26: Menyatakan bahwa kaum Yahudi tertentu adalah bagian dari komunitas dengan kebebasan beragama masing-masing, sekaligus menegaskan tanggung jawab dan perlindungan mereka.
  • Pasal 42–47: Menetapkan bahwa penyelesaian perselisihan mengikuti hukum Allah dan keputusan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin komunitas, serta larangan bagi orang zalim mendapatkan perlindungan di bawah piagam ini.

Dengan demikian, isi piagam ini mencakup aturan tentang politik, sosial, keagamaan hingga sistem keamanan bersama yang menjadi fondasi stabilitas masyarakat Madinah pada masa awal Islam.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com