KOMPAS.com - Nama Nabi Ishaq kerap hadir sekilas dalam kisah para nabi. Ia dikenal sebagai putra Nabi Ibrahim dan ayah Nabi Ya’qub, tetapi perannya sering berada di antara dua figur besar tersebut.
Padahal, sejarah mencatat Nabi Ishaq sebagai sosok penting dalam kesinambungan tauhid, meski jalannya lebih tenang dan jauh dari konflik terbuka.
Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, salah satu sisi Nabi Ishaq yang jarang disorot adalah konteks kelahirannya. Ia lahir dari rahim Sarah, istri Nabi Ibrahim, ketika keduanya telah lanjut usia.
Al-Qur’an menggambarkan kehadirannya sebagai kabar gembira yang mengejutkan, bahkan nyaris tak dipercaya oleh Sarah sendiri.
Kelahiran Ishaq bukan sekadar peristiwa keluarga, melainkan simbol kesinambungan janji Tuhan.
Setelah ujian berat pengorbanan Ismail, Allah menghadirkan Ishaq sebagai tanda bahwa risalah Ibrahim tidak terputus.
Dalam tradisi tafsir, kelahiran ini dipahami sebagai peneguhan bahwa kenabian bukan hasil kekuatan manusia, melainkan kehendak ilahi.
Baca juga: Kisah Nabi Ibrahim AS Mencari Tuhan
Berbeda dengan ayahnya yang berhadapan langsung dengan penguasa zalim dan penyembahan berhala, Nabi Ishaq menjalani dakwah dalam suasana yang relatif lebih stabil. Ia melanjutkan ajaran tauhid di wilayah Kan’an (Syam) tanpa banyak catatan konflik besar.
Ketenangan ini bukan berarti ketiadaan peran. Nabi Ishaq dikenal sebagai figur pendidik dan penjaga nilai.
Ia menanamkan tauhid melalui keluarga dan komunitas kecil, memastikan ajaran Ibrahim tetap hidup dalam generasi berikutnya. Dari jalur inilah lahir Nabi Ya’qub dan kemudian dua belas suku Bani Israil.
Salah satu aspek yang jarang dibahas adalah peran Nabi Ishaq dalam dinamika keluarga besar Ibrahim.
Ia hidup berdampingan dengan tradisi dan keturunan Ismail yang kelak berkembang di wilayah Hijaz. Dalam konteks ini, Ishaq menjadi simbol keberlanjutan spiritual, bukan dominasi genealogis.
Kitab-kitab tafsir klasik menggambarkan Nabi Ishaq sebagai pribadi yang lembut, sabar, dan konsisten.
Ia tidak digambarkan sebagai orator atau pemimpin politik, melainkan sebagai penjaga amanah kenabian dalam ruang domestik dan sosial yang terbatas.
Baca juga: Kisah Nabi Hud AS: Azab Orang Sombong dan Awal Kehancuran Kaum ‘Ad
Jika banyak nabi dikenang melalui perlawanan terbuka, Nabi Ishaq justru dikenang melalui doa dan keteladanan hidup.
Ia mengajarkan bahwa kesinambungan iman sering kali dijaga melalui pendidikan keluarga, bukan konfrontasi.
Dalam riwayat-riwayat Islam, Nabi Ishaq disebut sebagai nabi yang saleh, ahli ibadah, dan istiqamah.
Ia mewariskan kepada Nabi Ya’qub bukan hanya nasab, tetapi juga nilai kesabaran dan ketundukan kepada Allah.
Meski jarang disorot, posisi Nabi Ishaq sangat strategis. Ia menjadi jembatan antara generasi Ibrahim dan generasi para nabi Bani Israil. Tanpa peran Ishaq, sejarah kenabian akan kehilangan mata rantai penting.
Alquran menyebut Ishaq bersama Ibrahim dan Ya’qub sebagai figur pilihan yang diberkahi. Penyebutan ini menegaskan bahwa ketenangan jalan hidup tidak mengurangi bobot kenabian.
Dalam logika wahyu, kesetiaan yang konsisten sama berharganya dengan perjuangan yang heroik.
Baca juga: Kisah Nabi Shaleh AS: Unta Betina Awal Kehancuran Kaum Tsamud
Kisah Nabi Ishaq mengajarkan bahwa tidak semua peran besar harus disertai sorotan besar. Ada perjuangan yang berlangsung dalam kesenyapan, tetapi dampaknya melintasi generasi.
Di tengah budaya yang sering memuja kegaduhan, kisah Ishaq menjadi pengingat bahwa kesetiaan pada nilai sering kali bekerja dalam diam.
Ia mungkin tidak banyak disebut dalam narasi konflik, tetapi jejaknya hidup dalam sejarah panjang tauhid sebuah warisan yang dijaga dengan sabar, doa, dan keteladanan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang