Editor
KOMPAS.com-Muhammad Fahmi Reksa Alfarisi terpilih sebagai Imam Masjid di Indonesian Islamic Centre London setelah melalui proses seleksi ketat.
Fahmi terpilih di antara puluhan pelamar yang memiliki latar belakang keilmuan keislaman dan kompetensi yang beragam.
Ia mengungkapkan bahwa awalnya terdapat sekitar 32 kandidat yang mengikuti seleksi.
Baca juga: Kejujuran Membawa Keselamatan, Kisah Imam Syafii Kecil
Proses tersebut kemudian menyisakan empat kandidat yang lolos ke tahap wawancara dan pemaparan rancangan program keimaman.
“Ketika keputusan akhir diumumkan, saya benar-benar terkejut,” ujar Fahmi melalui pesan singkat, Selasa (30/12/2025), dilansir laman Kemenag.
Fahmi menilai banyak kandidat lain memiliki hafalan Alquran yang lebih kuat serta penguasaan khazanah keislaman yang lebih mendalam.
Meski demikian, ia meyakini penetapannya sebagai imam merupakan bagian dari takdir dan amanah besar.
Amanah tersebut memiliki makna khusus karena Indonesian Islamic Centre London merupakan masjid pertama milik Indonesia di Inggris.
Baca juga: Nasehat Imam Ghazali Agar Mempunyai Sifat Tawadhu
Bagi Fahmi, posisi imam bukan sekadar jabatan formal, melainkan kelanjutan dari perjalanan intelektual dan spiritual yang telah ditempuhnya.
Ia menempuh pendidikan pesantren selama 13 tahun sebagai fondasi awal keilmuan keislaman.
Pendidikan tersebut dilanjutkan dengan jenjang sarjana serta studi magister melalui program dual degree Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) dan SOAS University of London.
Meski memiliki latar pendidikan panjang, Fahmi mengaku tidak ingin terlalu percaya diri terhadap kesiapan dirinya.
“Semua ilmu yang saya peroleh sejauh ini masih terasa belum cukup untuk sepenuhnya menjawab kebutuhan umat dan tantangan zaman,” tuturnya.
Baca juga: Wali Kota New York Zohran Mamdani dan Imam Shamsi Ali Awali Hari Pemilihan dengan Baca Al-Fatihah
Ia menyebut pengalaman akademik dan keilmuan tersebut sebagai fondasi awal yang terus perlu dikembangkan.
Menjalankan peran di Indonesian Islamic Centre London menempatkan Fahmi di tengah persinggungan identitas, tradisi, dan keberagaman.
Masjid tersebut menjadi rumah spiritual bagi masyarakat Indonesia di Inggris sekaligus ruang ibadah bagi jamaah lintas budaya dan kebangsaan.
Fahmi mengakui tanggung jawab tersebut memiliki makna besar sekaligus tantangan tersendiri.
Ia harus menjaga tradisi keagamaan Indonesia sambil tetap merespons kebutuhan komunitas Muslim yang lebih luas.
Perbedaan praktik ibadah kerap ditemui dalam kehidupan jamaah sehari-hari.
Fahmi memandang perbedaan tersebut sebagai ruang pembelajaran, bukan sumber perpecahan.
“Perbedaan tidak memisahkan, justru membuka ruang saling belajar dan memperkaya pemahaman,” ujarnya.
Baca juga: Kisah Tokoh Pemuda Islam Teladan dari Ali bin Abi Thalib hingga Imam Bukhari
Pengalaman hidup sebagai Muslim minoritas di London juga memengaruhi cara pandangnya dalam berdakwah.
Fokus pelayanan bergeser dari perdebatan menuju upaya menghadirkan ruang ibadah yang damai dan inklusif.
Masjid diharapkan menjadi tempat umat Islam beribadah dengan tenang dan bermartabat.
Di tengah kesibukan akademik dan tanggung jawab keagamaan, Fahmi menyimpan harapan bagi generasi berikutnya.
Ia berharap mahasiswa program dual degree UIII–SOAS dapat melanjutkan peran serupa di masa depan.
Fahmi menyebut hal tersebut sebagai estafet dakwah yang perlu dijaga kesinambungannya.
“Kebutuhan akan terus bertambah dan pelayanan terbaik harus terus diupayakan,” katanya.
Bagi Fahmi, mimbar di London bukanlah tujuan akhir, melainkan bagian dari perjalanan panjang pengabdian.
Ia memaknai perannya sebagai titik temu antara keilmuan, pelayanan umat, dan proses belajar yang terus berlanjut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang