Editor
KOMPAS.com-Perempuan Muslim yang telah baligh kerap memiliki utang puasa Ramadhan akibat kondisi biologis seperti haid, nifas, kehamilan, atau menyusui.
Persoalan kemudian muncul ketika utang puasa tersebut belum sempat ditunaikan hingga memasuki Ramadhan berikutnya.
Dilansir dari laman MUI, pembahasan mengenai hukum dan konsekuensi kondisi ini dijelaskan dalam kitab Kasyifat as-Saja ‘ala Safinat an-Naja karya Syekh Imam Nawawi.
Baca juga: Hitung Mundur Ramadhan 2026: Tersisa 66 Hari Lagi Menuju Awal Puasa
Qadha puasa merupakan kewajiban mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena uzur syar’i.
Kewajiban tersebut ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA.
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ
Artinya: Kami mengalami haid, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat. (HR Muslim no. 335)
Utang puasa dihitung sesuai jumlah hari yang ditinggalkan dan wajib ditunaikan setelah Idul Fitri hingga sebelum Ramadhan berikutnya.
Baca juga: Bulan Rajab dalam Islam: Makna, Puasa Sunnah, dan Amalan yang Dianjurkan
Apabila seseorang belum mengqadha puasa hingga datang Ramadhan berikutnya, maka berlaku ketentuan tambahan menurut fikih.
Mayoritas ulama, seperti Imam Syafi’i dan Imam Malik, menyatakan bahwa kewajiban qadha tetap berlaku.
Selain qadha, diwajibkan pula membayar fidyah sebanyak satu mud untuk setiap hari puasa yang tertunda.
Satu mud setara dengan sekitar 543 gram bahan makanan pokok menurut mazhab Syafi’i, atau sekitar 815 gram menurut mazhab Hanafi.
Fidyah tersebut dikenakan apabila keterlambatan qadha terjadi tanpa alasan uzur yang dibenarkan.
Baca juga: Aturan Mengganti Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Apabila keterlambatan disebabkan sakit berkepanjangan yang membuat seseorang tidak mampu berpuasa hingga Ramadhan berikutnya, maka fidyah tidak diwajibkan.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Imam Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.
Keduanya berpendapat bahwa orang yang terlambat qadha tidak diwajibkan membayar fidyah.
Menurut pendapat ini, kewajiban cukup dengan mengqadha puasa disertai taubat kepada Allah SWT.
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan bagi yang terlambat qadha.
Allah SWT memberikan kelonggaran waktu hingga sekitar 11 bulan untuk melunasi utang puasa Ramadhan.
Meski demikian, umat Islam dianjurkan tidak menunda qadha karena berpotensi menimbulkan kelalaian.
Qadha puasa sebaiknya diprioritaskan sebelum melaksanakan puasa sunnah, termasuk puasa Syawal.
Penjadwalan qadha secara rutin, misalnya satu hari setiap bulan, dapat membantu meringankan kewajiban tersebut.
Mengqadha puasa merupakan wujud tanggung jawab seorang Muslim terhadap kewajiban ibadah yang ditinggalkan.
Pemahaman yang tepat mengenai hukum qadha puasa membantu umat Islam mengatur waktu ibadah dengan lebih tertib.
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan keikhlasan dalam menunaikan setiap kewajiban yang telah ditetapkan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang