KOMPAS.com-Dalam Islam, pembagian harta warisan (faraidh) diatur secara tegas dalam Alquran, hadis Nabi SAW, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Tujuan utamanya adalah menjaga keadilan dan memastikan setiap ahli waris memperoleh haknya sesuai syariat.
Baca juga: Pembagian Waris untuk Janda Sambung Tanpa Keturunan Menurut Hukum Islam
Menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam (KHI), ahli waris terbagi menjadi dua golongan besar:
Ahli waris karena hubungan darah, meliputi:
Ahli waris karena hubungan perkawinan, yaitu duda atau janda.
Apabila semua ahli waris tersebut ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanyalah anak, ayah, ibu, dan janda atau duda, sesuai ketentuan ayat (2) pasal tersebut.
Baca juga: Ahli Waris untuk Pewaris Lajang dalam Islam: Ini Pembagian dan Dasar Hukumnya
Pembagian warisan bagi istri atau janda telah dijelaskan secara jelas dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 12, yang berbunyi:
۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ ١٢
wa lakum nishfu mâ taraka azwâjukum il lam yakul lahunna walad, fa ing kâna lahunna waladun fa lakumur-rubu‘u mimmâ tarakna mim ba‘di washiyyatiy yûshîna bihâ au daîn, wa lahunnar-rubu‘u mimmâ taraktum il lam yakul lakum walad, fa ing kâna lakum waladun fa lahunnats-tsumunu mimmâ taraktum mim ba‘di washiyyatin tûshûna bihâ au daîn, wa ing kâna rajuluy yûratsu kalâlatan awimra'atuw wa lahû akhun au ukhtun fa likulli wâḫidim min-humas-sudus, fa ing kânû aktsara min dzâlika fa hum syurakâ'u fits-tsulutsi mim ba‘di washiyyatiy yûshâ bihâ au dainin ghaira mudlârr, washiyyatam minallâh, wallâhu ‘alîmun ḫalîm
Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Dari ayat tersebut, ditetapkan dua kondisi utama:
Selain bagian tersebut, setengah dari harta bersama (harta gono-gini) tetap menjadi milik istri, karena diperoleh bersama selama perkawinan.
Sementara setengah lainnya merupakan harta peninggalan suami yang dibagikan kepada para ahli waris.
Baca juga: Tafsir QS An-Nisa Ayat 11: Hukum Faraid dan Pembagian Waris dalam Islam
Rasulullah SAW menegaskan pentingnya keadilan dalam pembagian warisan agar tidak ada hak yang terabaikan.
Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah bersabda:
“Berikanlah bagian waris kepada orang yang berhak sesuai ketentuan.
Setelah itu, apa yang tersisa adalah untuk ahli waris laki-laki yang lebih dekat.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menjadi dasar hukum bahwa pembagian warisan tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
Hukum waris Islam menegaskan bahwa pembagian harta bukan semata soal angka, tetapi soal keadilan dan tanggung jawab moral.
Setiap ahli waris mendapatkan bagian berdasarkan kedekatan hubungan dan tanggung jawab terhadap pewaris.
Anak laki-laki umumnya mendapat bagian lebih besar dibanding anak perempuan karena memiliki tanggung jawab nafkah dalam keluarga.
Sistem ini dirancang untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban dalam kehidupan keluarga setelah kematian seseorang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang