KOMPAS.com - Penangkapan selebgram Lisa Mariana oleh Direktorat Siber Polda Jawa Barat kembali memicu sorotan publik terkait maraknya konten pornografi di era digital.
Lisa ditangkap setelah dua kali mangkir dari panggilan penyidik atas kasus video dewasa yang viral di media sosial.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan mengatakan penangkapan dilakukan melalui upaya paksa.
“Panggilan kedua ini disertai upaya paksa. Dia sedang menjalani pemeriksaan di Mapolda,” ujarnya dilansir dari Tribun Jabar, Kamis (4/12/2025).
Lisa telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak dilakukan penahanan. Hendra tidak menjelaskan lebih jauh alasan penahanan tidak dilakukan, namun memastikan unsur penyidikan telah memenuhi syarat.
“Unsur penyidikannya sudah terpenuhi,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Lisa, John Boy Nababan, menyebut terjadi kekeliruan komunikasi mengenai status kliennya.
Ia menilai proses penetapan tersangka terkesan terburu-buru karena SPDP belum diterbitkan dan pemanggilan sebelumnya masih sebagai saksi.
“Surat dari Siber ke klien kami itu sebagai saksi. Semua ponsel sudah disita. Belum ada SPDP dan belum gelar perkara,” ujar John.
Saat memasuki Gedung Siber Polda Jabar, Lisa hanya berkomentar singkat. “Doain ya, Mas, yang baik-baik.”
Kasus Lisa membuka kembali diskusi publik terkait hukum pornografi dalam Islam. Para ulama sepakat bahwa pornografi—mulai dari foto, video, hingga live streaming—hukumnya haram karena termasuk tindakan yang menjerumuskan pada zina, merusak akhlak, dan membuka pintu maksiat.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah kepada laki-laki beriman agar mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. An-Nur: 30)
Dalam hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda:
“Pandangan adalah panah beracun dari panah-panah Iblis.” (HR. Hakim)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyatakan pornografi sebagai perbuatan maksiat besar. Fatwa MUI Nomor 287 Tahun 2001 menyebutkan:
Dalam fikih Islam, pembuat atau penyebar konten porno dapat dikenai hukuman ta’zir, yakni hukuman yang ditetapkan pemerintah demi menjaga kemaslahatan umum.
Selain dilarang dalam Islam, pornografi juga melanggar sejumlah aturan hukum Indonesia.
Pasal 8 dan 29 melarang pembuatan, penyimpanan, pertunjukan, hingga penyebaran konten pornografi.
Ancaman pidana:
- Penjara 6—12 tahun
- Denda hingga Rp6 miliar
Jika konten disebarkan melalui internet atau media sosial, pelaku dapat dijerat Pasal 27 ayat (1).
Ancaman pidana:
- Penjara 6 tahun
- Denda Rp1 miliar
Mengatur larangan penyebaran konten kesusilaan, termasuk video seksual digital.
Momentum Memperkuat Moral dan Literasi Digital
Kasus Lisa Mariana menjadi contoh bagaimana teknologi dapat disalahgunakan dan berdampak luas bagi masyarakat. Pemerintah, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting untuk:
- Meningkatkan literasi moral dan digital
- Memperketat pengawasan konten pornografi
- Mencegah eksploitasi seksual berbasis digital
- Melindungi korban penyebaran konten intim
- Mendorong kesadaran menjaga kehormatan diri
Dalam ajaran Islam, kehormatan diri (al-‘irdh) adalah sesuatu yang harus dijaga. Negara pun memiliki perangkat hukum untuk menegakkan aturan dan menjaga ketertiban umum.
Islam dan hukum negara sepakat bahwa pornografi adalah tindakan merusak dan perlu ditangani secara tegas, adil, dan manusiawi.
Sebagian artikel ini dikutip dari TribunJabar.id dengan judul BREAKING NEWS, Polda Jabar Tangkap Lisa Mariana, Statusnya Sudah Jadi Tersangka
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang