KOMPAS.com - Onani adalah aktivitas merangsang alat kelamin untuk mengeluarkan sperma. Di dalam Islam, onani disebut dengan istimna’.
Aktivitas onani tanpa ada udzur atau keterpaksaan termasuk perkara yang diharamkan dalam Islam. Orang-orang yang melakukan onani akan dihadapkan kepada Allah SWT di hari akhir dengan kondisi tangan terikat.
يَجِيءُ النَّاكِحُ يَدَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَدُهُ حُبْلَى
Artinya: “Orang yang menikah dengan tangannya akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tangan terikat.” (H.R. Al Baihaqi).
Baca juga: Bacaan Niat Mandi Wajib Karena Keluar Mani Lengkap dengan Tata Caranya
Dalam Al Quran, Allah SWT memerintahkan agar manusia menjaga kemaluan kecuali terhadap perkara yang diperbolehkan.
وَالْذِينَ هُمْ لِفُرُوِجِهِمْ حَافِظُونَ * إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلومِينَ * فَمَنْ ابِتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمْ الْعَادُونَ
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mu’minun: 5-7).
Dari ayat di atas, para ulama menyampaikan bahwa salah satu perkara yang melampaui batas adalah melakukan onani.
Empat mazhab memberikan pandangan mengenai boleh atau tidaknya melakukan onani karena tidak adanya hadits yang secara mutlak mengharamkan. Ada perbedaan mengenai hukum dari onani.
Menurut mazhab Syafi’I dan Maliki onani dianggap sebagai perbuatan haram secara mutlak. Onani dianggap melawan tujuan syariat dalam menjaga kehormatan dan kesucian diri.
Baca juga: Adab Berhubungan Suami Istri dalam Islam
Mazhab Hambali membolehkan onani dalam kondisi darurat, seperti mencegah zina atau gangguan kesehatan akibat syahwat yang berlebihan.
Sementara Mazhab Hanafi juga memberi keringanan bila seseorang sangat takut terjerumus ke dalam zina dan belum mampu menikah.
Mayoritas ulama memperbolehkan melakukan onani asalkan yang melakukan adalah istri. Hal ini dilakukan ketika istri sedang dalam masa haid, sementara suami sedang bersyahwat.
Ibu Hajar Al haitami dalam Tuhfatul Muhtaj menyatakan bahwa onani hukumnya haram jika dikeluarkan dengan tangan sendiri, tetapi mubah atau diperbolehkan jika dilakukan dengan tangan istri.
Sementara Al Mawardi dalam Al Iqna’ menyatakan boleh bagi suami mengeluarkan sperma dengan bantuan istrinya, kapan saja, bagaimanapun caranya asalkan lewat kemaluan istri. Boleh juga bagi suami mengeluarkan sperma dengan bantuan tangan istri.
Baca juga: Bacaan Niat Mandi Wajib Karena Keluar Mani Lengkap dengan Tata Caranya
Berdasarkan penjabaran di atas, onani diperbolehkan asalkan seseorang sudah menikah dan onani dilakukan oleh istri terhadap suaminya.
Selain itu, tidak diperbolehkan melakukannya karena hal tersebut termasuk perbuatan yang dapat merusak kesucian diri.
Menurut riwayat Imam Al Baihaqi, orang yang melakukan onani termasuk orang-orang yang tidak akan dipandang oleh Allah SWT pada hari kiamat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini