KOMPAS.com - Amr bi Hisyam atau yang lebih dikenal sebagai Abu jahal adalah salah satu orang yang paling keras menentang dakwah Islam. Pada saat perang Badar berkecamuk, Abu Jahal menjadi salah satu komandan perang.
Dalam perang tersebut, ada dua orang anak muda bernama Muadz bin Amr dan Muawwidz bin Harits yang saat itu masih berumur 14 tahun dan 13 tahun yang turut serta berperang.
Tujuan kedua anak muda tersebut hanya satu, yaitu menghancurkan musuh Islam terbesar saat itu, yaitu Abu Jahal. Bagaimana kisah lengkapnya? Berikut uraiannya.
Baca juga: Kisah Tsabit bin Ibrahim: Tidak Mau Memakan Barang Haram Sedikitpun
Pada saat peperangan meletus, Rasulullah memompa semangat pasukannya dengan memberikan motivasi:
"Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman Tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari kalian yang memerangi mereka dengan sabar, mengharap ridha Allah, dan maju tanpa berpaling pada hari ini melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam surga."
Ucapan Rasulullah tersebut tak pelak membuat para Sahabat bersemangat. Umair bin Humam yang saat itu sedang memegang kurma kemudian melemparkan kurmanya seraya berkata: "Wah, luar biasa! Wah, luar biasa! Tidak ada jarak antara aku dan masuk surga kecuali mereka mem bunuhku."
Ia kemudian merangsek ke pasukan musuh sampai akhirnya menemui syahid. Ada pula kisah Auf bin Harits yang bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, apa yang membuat Tuhan suka dan ridha pada hamba-Nya?"
Rasulullah bersabda: "la tancapkan tangannya pada musuh tanpa menggunakan baju besi."
Auf kemudian melemparkan baju besinya dan menerjang musuh hingga menemui syahid pula.
Baca juga: Kisah Mush’ab bin Umair: Pemuda yang Rela Meninggalkan Kemewahan Dunia
Selain kisah di atas, ada dua anak muda belia dari Kaum Anshar bernama Muadz bin Amr bin Jamuh (14 tahun) dan Muawwidz bin Harits (13 tahun).
Keduanya sangat bersemangat untuk membunuh tokoh yang paling keras permusuhannya dengan Islam, yaitu Abu Jahal, meskipun mereka belum pernah melihatnya.
Muadz bin Amr kemudian bertanya kepada Abdurrahman bin Auf tentang sosok Abu Jahal. Setelah ditunjukkan, Muadz mengucapkan sumpahnya: “Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci-maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur).”
Saat itu Abu Jahal sulit disentuh karena dilindungi oleh banyak pasukan Quraisy. Namun kedua pemuda tersebut terus fokus untuk memburu Abu Jahal. Alhasil, Muadz berhasil menerobos pasukan Quraisy dan menebas kakinya.
Meskipun berhasil menebas kaki Abu Jahal, Muadz harus mengorbankan lengannya. Ikrimah bin Abu Jahal yang saat itu masih musyrik berhasil menebas lengannya hingga hampir terputus. Agar tidak menganggu jalannya perang, Muadz bin Amr menginjak tangannya hingga putus dan melanjutkan peperangan.
Sementara Muawwidz berhasil menebas Abu Jahal hingga tersungkur. Ia kemudian melanjutkan perang hingga gugur. Abdullah bin Mas’ud melewati Abu Jahal yang sekarat menyempurnakan tebasannya hingga tewas.
Baca juga: Kisah Sayyidina Hasan bin Ali: Rela Meletakkan Jabatan Demi Perdamaian
Dari kisah di atas, dapat diambil pelajaran bahwa anak-anak muda haruslah menjadi orang yang bersemangat dalam menjalankan agama Islam, termasuk ketika ada panggilan untuk berjihad.
Hal ini bisa dijadikan pelajaran untuk anak-anak muda saat ini yang kebanyakan lemah dalam mengamalkan ajaran agama. Anak-anak muda zaman sekarang justru lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menuruti hawa nafsu dengan bersenenang-senang.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini