Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Cara Menjaga Amal Kebaikan Agar Tidak Rusak dan Diterima Allah SWT

Kompas.com - 11/10/2025, 20:47 WIB
Agus Susanto

Penulis

KOMPAS.com - Salah satu cara mendapatkan rahmat atau kasih sayang Allah SWT sehingga Allah berkenan memasukkan seorang hamba ke dalam surga adalah dengan melakukan amal-amal kebaikan.

Sayangnya, tidak semua amal kebaikan bernilai pahala dan diterima Allah SWT. Hal ini terjadi karena amalan menjadi rusak. Rusaknya amalan bisa terjadi sejak awal, ketika sedang mengerjakannya, di akhir mengerjakan amal kebaikan, atau setelah melakukan amal kebaikan.

Baca juga: Riya dan Sumah: Pamer Amal yang Berakibat Fatal

Lantas bagaimana agar amal kebaikan tetap terjaga, bernilai pahala, dan diterima Allah SWT? Abu Laits As Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menjelaskan tentang bagaimana cara menjaga amal kebaikan agar tidak rusak dan diterima Allah SWT.

Menurut Abu Laits As Samarqandi, ada 4 cara yang bisa dilakukan.

1. Ilmu Sebelum Amal

Ilmu itu adalah cahaya dari Allah SWT untuk memberikan pemahaman kepada manusia tentang segala sesuatu. Tanpa ilmu, seseorang akan bertindak sembarangan tanpa panduan yang jelas.

Dalam hal ibadah juga demikian. Seseorang yang beribadah namun tidak tahu ilmunya, bisa jadi ibadah tersebut akan tertolak dan tidak bernilai pahala.

Syeikh Ahmad Ibnu Ruslan Asy Syafi’iy dalam kitab Matan Zubad menyatakan setiap orang yang mengamalkan sesuatu (ibadah) tanpa ilmu maka amalnya ditolak, tidak diterima.

Sementara dalam hadits, Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa amal kebaikan yang tidak diajarkan dalam Islam, maka amal tersebut tertolak.

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (H.R. Muslim).

Oleh karena itu, sebelum melakukan suatu amal kebaikan, maka harus tahu ilmunya terlebih dahulu agar amal kebaikan tersebut sesuai dengan ajaran Islam, tidak rusak, dan diterima Allah SWT.

Baca juga: Bermaksiat di Kala Sendiri: Dosa Besar yang Menghancurkan Amal

2. Niat di Permulaan

Dalam hadits Aba'in Imam Nawawi, hadits pertamanya adalah tentang niat. Perihal niat ini sangat penting untuk diperhatikan karena itu akan berpengaruh terhadap amal kebaikan yang dikerjakan.

Jika sejak awal amal kebaikan yang dilakukan diniatkan untuk meraih ridha Allah SWT, amal kebaikan tersebut akan diterima. Sementara jika amal kebaikan diniatkan untuk riya' atau pamer agar dilihat orang lain dan mendapat pujian, maka amalan tersebut akan tertolak.

Oleh karena itu, menjaga niat di awal melakukan suatu amal kebaikan patut diperhatikan agar amal yang dilakukan tidak rusak dan diterima oleh Allah SWT.

3. Sabar di Tengah Amal

Suatu amal kebaikan terkadang tidak mudah dalam pengerjaannya. Ada pengorbanan yang harus dilakukan untuk melakukan amal tersebut, baik pengorbanan tenaga, waktu, harta, perasaan, dan lain-lain.

Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dalam melakukan sebuah amal kebaikan agar amal tersebut menjadi sempurna, terjaga niatnya, dan tidak ada hal-hal yang dapat merusaknya.

Terkadang dalam melakukan amal kebaikan, di tengah jalan terbersit untuk menghentikan amalan, membelokkan niat agar mendapat pujian, atau ada hal-hal lain yang merusak amal. Oleh karena itu, kesabaran dalam melakukan amal sangat dibutuhkan agar amal tidak rusak dan diterima oleh Allah SWT.

Baca juga: Tawasul dengan Amal: Kisah Tiga Orang Terjebak di Dalam Gua

4. Ikhlas di Penghujung Amal

Inilah kunci dari semua amal kebaikan agar tidak rusak dan diterima Allah SWT. Ketika keihlasan hilang setelah selesai melakukan sebuah amal kebaikan, maka amal tersebut akan gugur dan tidak ada nilainya di hadapan Allah SWT.

Salah satu hal yang dapat merusak amal adalah riya'. Dengan adanya riya' maka keikhlasan bisa dipastikan sudah hilang. Riya' ini termasuk syirik kecil (syirik ashghar) yang sangat dikhawatirkan menerpa umat Nabi Muhammad SAW. Bahkan riya' lebih berbahaya dari fitnah dajjal.

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟، قَالَ: قُلْنَا: بَلَى، فَقَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

Artinya: “Maukah kalian kuberitahu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al Masih Ad Dajjal?” (Abu Said) berkata, “Para sahabat berkata, ‘Tentu saja.'” Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika seseorang berdiri mengerjakan salat, kemudian dia memperbagus salatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (H.R. Ibnu Majah).

Ikhlas inilah yang menjadi benteng terakhir agar amal kebaikan yang sudah dilakukan tidak rusak dan diterima Allah SWT. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke