Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaji DPR Naik, BWI: Bukan untuk Memperkaya Diri, Ada Kewajiban Etis Berbagi

Kompas.com - 22/08/2025, 10:23 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dr Tatang Astarudin, menegaskan bahwa dalam fiqh Islam, besaran gaji atau upah harus sebanding dengan tanggung jawab serta kompleksitas pekerjaan yang diemban.

Namun, menurutnya, ada faktor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan.

“Semakin berat tanggung jawab, semakin besar pula gaji yang harus diberikan. Tetapi tentu saja harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan atau pemerintah, regulasi, standar kelayakan, serta persepsi masyarakat,” ujar Tatang kepada Kompas.com, Jumat (22/8/2025).

Baca juga: Wakil Ketua BWI Tatang: Zakat dan Wakaf Bisa Jadi Pengurang Pajak

Ia mencontohkan, dalam konteks wakaf, hadits menyebutkan imbalan bagi nazhir (pengelola wakaf) menggunakan istilah ma’ruf yang berarti patut atau layak.

Artinya, imbalan yang diterima sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar, bukan untuk memperkaya diri.

“Besaran gaji atau upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja beserta keluarganya secara layak, adil, dan proporsional dengan tugasnya. Namun tetap mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kemampuan pihak pemberi,” jelasnya.

Gaji DPR dan kewajiban etis

Tatang juga menyoroti pembahasan soal gaji anggota DPR yang belakangan ramai diperbincangkan.

Ia menilai prinsipnya sama: gaji harus mencukupi kebutuhan hidup anggota beserta keluarga secara layak, sebanding dengan kinerja, tapi tidak berlebihan.

“Harus diingat, gaji bukan untuk memperkaya diri. Apalagi dalam Islam ada kewajiban etis untuk berbagi. Harta yang kita miliki ada hak orang lain. Karena itu ada instrumen infaq, sedekah, zakat, dan wakaf,” ujarnya.

Menurutnya, wakaf memiliki keistimewaan dibanding instrumen lain karena manfaatnya bersifat abadi dan berkelanjutan.

Baca juga: Respons Sri Mulyani, Ini Penjelasan BWI tentang Pajak, Zakat dan Wakaf

“Orang baik pasti bersedekah dan menunaikan zakat, sementara orang cerdas menyempurnakannya dengan berwakaf,” kata Tatang.

Ia menambahkan, dalam tradisi pesantren terdapat peringatan dari Imam Az-Zarnuzi dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim. Jika seorang pemimpin atau orang berilmu terlalu berhitung dan berharap imbalan, maka ia akan kehilangan kehormatan dirinya dan tidak mampu menyuarakan kebenaran.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com