KOMPAS.com-Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Namun, mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah karena setiap pasangan harus melalui berbagai ujian dan permasalahan.
Salah satu persoalan yang marak di era digital saat ini adalah kecanduan judi online atau judol yang kerap menyeret kalangan suami dan memicu keretakan rumah tangga.
Baca juga: Khutbah Jumat: Waspadai Bahaya Judi Online yang Kian Marak
Dalam Islam, segala bentuk perjudian, termasuk judi online, merupakan perbuatan yang dilarang keras.
Judi dipandang sebagai tindakan yang merusak moral dan menimbulkan permusuhan.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 91:
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
innamâ yurîdusy-syaithânu ay yûqi‘a bainakumul-‘adâwata wal-baghdlâ'a fil-khamri wal-maisiri wa yashuddakum ‘an dzikrillâhi wa ‘anish-shalâti fa hal antum muntahûn
Artinya: “Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta bermaksud menghalangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat. Maka tidakkah kamu mau berhenti?”
Dilansir dari laman Kemenag, ayat tersebut menjelaskan bahwa judi merupakan jalan setan yang menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.
Dalam konteks rumah tangga, suami yang kecanduan judi online dapat menjadi sumber pertengkaran dan penyebab hilangnya keharmonisan.
Baca juga: Bernarkah Perceraian Dibenci Allah SWT tetapi Disukai Setan? Berikut Jawabannya
Jika seorang istri tidak lagi sanggup menghadapi suami yang kecanduan judol, Islam memberikan solusi berupa hak mengajukan gugatan cerai.
Dalam hukum Islam, gugatan cerai dari pihak istri disebut khulu‘, yaitu perceraian atas permintaan istri dengan memberikan kompensasi tertentu kepada suami.
Ulama besar Ibnu Qudamah menjelaskan:
“Jika istri tidak menyukai suaminya karena fisiknya, akhlaknya, agamanya, umurnya, kelemahannya, atau hal lain, dan khawatir tidak dapat menunaikan hak Allah Ta'ala dalam menaati suaminya, maka diperbolehkan baginya untuk meminta khulu’ dengan memberikan kompensasi guna membebaskan diri dari suaminya.”
(Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Riyadh: Daru Alamil Kutub, 1997], juz X, h. 267)
Penjelasan tersebut menegaskan bahwa istri diperbolehkan mengajukan khulu’ jika sudah tidak sanggup lagi menjalani kehidupan rumah tangga dengan suaminya, termasuk karena kecanduan judi online.
Baca juga: Hak Istri Setelah Perceraian: Nafkah Iddah, Mut’ah, Hak Asuh Anak, dan Harta Gono-Gini
Selain dalam fikih, dasar hukum juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia.
Pasal 116 huruf (a) KHI menyebutkan:
“Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.”
(Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, [Jakarta: Kemenag RI, 2018], h.58)
Ketentuan ini memberikan landasan hukum bagi istri untuk menggugat cerai suaminya jika suami terbukti menjadi penjudi dan sulit disembuhkan.
Dengan demikian, seorang istri berhak mengajukan gugatan cerai terhadap suami yang kecanduan judi online, terutama jika perilaku tersebut menimbulkan penderitaan lahir dan batin.
Meski Islam dan KHI memberikan dasar hukum yang jelas, istri tetap disarankan memberi kesempatan kepada suami untuk berubah dan memperbaiki diri.
Apabila setelah diberi waktu yang cukup suami tidak menunjukkan perubahan, maka gugatan cerai dapat menjadi langkah terakhir demi menjaga kehormatan, martabat, serta ketenangan hidup istri.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang