KOMPAS.com – Penguatan literasi ekonomi syariah di era digital dinilai menghadapi tantangan besar dan membutuhkan strategi yang matang agar kampanye ekonomi syariah dapat diterima luas oleh masyarakat.
Hal itu disampaikan praktisi komunikasi sekaligus pegiat literasi ekonomi syariah, Erwin Dariyanto, dalam Training of Trainer (ToT) Ekonomi Syariah yang digelar Bank Indonesia bekerja sama dengan Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia (Forjukafi), Jumat–Sabtu (14–15/11) di Hotel Sari Pacific Jakarta.
Erwin menjelaskan bahwa media massa tetap menjadi medium penting dalam menyebarluaskan ekonomi syariah. Namun, ada dua tantangan utama di era digital saat ini, yakni rendahnya minat baca serta perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi.
Baca juga: 1.500 SPPG Akan Disertifikasi Halal Desember 2025 Imbas Temuan Food Tray Lemak Babi
Menghadapi rendahnya minat baca, Erwin menekankan perlunya penyajian informasi yang sederhana dan memikat.
“Masyarakat suka dengan berita-berita ringan, menarik dan inspiratif. Mereka tidak suka dengan berita dengan bahasa, katakanlah terlalu tinggi yang sulit dipahami,” ujar Erwin yang juga Managing Editor salah satu portal berita online.
Menurut Erwin, Bank Indonesia maupun kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan literasi ekonomi syariah perlu menjalin kolaborasi erat dengan jurnalis serta praktisi komunikasi. Ia menilai banyak istilah ekonomi syariah masih sulit dipahami masyarakat umum karena hanya familiar di kalangan akademisi atau pelaku industri syariah.
“BI (Bank Indonesia) bersama kementerian dan lembaga terkait ekonomi syariah harus duduk bareng dengan jurnalis, praktisi dan akademisi untuk merumuskan kampanye ekonomi syariah dengan bahasa ringan yang mudah dipahami masyarakat,” jelas Erwin yang juga salah satu Ketua Departemen di Forjukafi.
Erwin juga menekankan pentingnya penggunaan elemen visual dalam penyajian informasi ekonomi syariah. Artikel yang dilengkapi infografis, tabel, foto, atau video dinilai mampu menarik perhatian masyarakat yang sebelumnya tidak tertarik membaca.
“Orang yang awalnya gak tertarik (membaca) namun karena fotonya menarik, infografisnya bagus, ada video jadi tertarik untuk membaca,” ungkapnya.
Tantangan kedua adalah perubahan perilaku masyarakat dalam mendapatkan informasi. Saat ini, mayoritas publik menerima informasi dari media sosial. Karena itu, kampanye ekonomi syariah harus menyasar seluruh platform digital populer.
“Apakah itu YouTube, Twitter, Instagram, TikTok atau Facebook,” kata Erwin.
Baca juga: BI dan Forjukafi Kolaborasi Wujudkan Indonesia Sebagai Pusat Ekonomi Syariah 2029
Menutup pemaparannya, Erwin mengajak para jurnalis serta peserta ToT dari kementerian dan lembaga untuk terus mengampanyekan literasi ekonomi syariah secara kolaboratif dan inovatif.
“Kolaboratif, dan inovatif. Dalam melakukan penguatan literasi ekonomi syariah, jangan ragu untuk melakukan ATM, amati, tiru dan modifikasi,” tutup Erwin.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama akun kamu.