KOMPAS.com-Haid atau menstruasi merupakan siklus alami bulanan yang dialami wanita sehat dengan fungsi reproduksi normal.
Dalam ajaran Islam, kondisi haid memiliki konsekuensi hukum fiqih yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas tertentu.
Dilansir dari laman Kemenag, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja menjelaskan, ada 10 larangan yang berlaku bagi wanita haid.
Baca juga: Panduan Mandi Wajib Setelah Selesai Haid Lengkap dengan Niatnya
Wanita haid tidak boleh melaksanakan shalat, baik wajib maupun sunnah.
Shalat yang dikerjakan dalam kondisi haid dianggap tidak sah, dan shalat yang terlewat tidak perlu diqada.
Berbeda dengan puasa, kewajiban yang tertinggal karena haid tetap wajib diganti di lain waktu.
Sayyidah Aisyah menyampaikan, wanita diperintahkan untuk mengqada puasa namun tidak diperintahkan mengqada shalat.
Wanita haid dilarang melaksanakan tawaf, baik wajib maupun sunnah.
Larangan ini berlaku karena tawaf dilakukan di dalam Masjidil Haram, sedangkan masuk masjid saja sudah termasuk larangan.
Ulama menegaskan aturan ini untuk mencegah salah persepsi seolah tawaf diperbolehkan bagi wanita haid.
Wanita haid tidak diperbolehkan menyentuh mushaf Alquran secara langsung dengan bagian tubuh apa pun.
Larangan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kesucian Alquran.
Adapun kitab tafsir yang lebih banyak memuat teks selain Alquran masih boleh disentuh, meskipun sebagian ulama memakruhkannya.
Baca juga: 8 Langkah Mandi Wajib Setelah Haid, Panduan Lengkap untuk Muslimah
Selain menyentuh, membawa mushaf Alquran juga dilarang bagi wanita haid.
Larangan ini berlaku pula untuk kitab tafsir jika sebagian besar isinya adalah ayat Alquran.
Para ulama berbeda pendapat terkait membalik lembaran mushaf dengan alat bantu, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.
Namun, membalik mushaf dengan lengan baju tetap dihukumi haram.
Wanita haid tidak diperkenankan berdiam diri di masjid atau berjalan-jalan di dalamnya.
Rasulullah bersabda, “Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haid dan orang junub” (HR Abu Dawud).
Sebagian ulama membolehkan jika ada keperluan darurat, dengan syarat darah haid benar-benar terjaga agar tidak mengotori masjid.
Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib Setelah Selesai Haid
Membaca Al-Qur’an dengan lisan tidak diperbolehkan bagi wanita haid.
Namun, membaca dalam hati atau merenungi makna ayat tetap dibolehkan.
Begitu pula dengan zikir atau doa yang bersumber dari ayat Al-Qur’an, asalkan tidak diniatkan sebagai bacaan Al-Qur’an.
Wanita haid dilarang berpuasa, baik puasa wajib maupun sunnah.
Jika tidak berpuasa saat Ramadan karena haid, maka wajib menggantinya di bulan lain.
Menahan diri dari makan dan minum tanpa niat puasa tidak termasuk ibadah puasa.
Islam melarang suami mentalak istrinya yang sedang haid.
Talak dalam kondisi ini dihukumi haram dan termasuk dosa besar.
Namun, ada pengecualian bagi wanita yang belum pernah digauli.
Baca juga: Amalan Ibadah yang Bisa Dilakukan Perempuan Saat Haid
Wanita haid tidak diperbolehkan melewati masjid jika dikhawatirkan darah akan menetes dan menajiskan lantai.
Jika menggunakan pembalut yang diyakini aman, melewati masjid diperbolehkan dalam kondisi mendesak.
Apabila tanpa kebutuhan, hukumnya menjadi makruh.
Berhubungan badan dengan wanita haid dilarang dalam Islam.
Larangan mencakup area tubuh antara pusar dan lutut, baik dengan syahwat maupun tidak.
Suami hanya diperbolehkan bersenang-senang di luar area tersebut.
Sepuluh larangan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi peran wanita, melainkan menjaga kesucian, kehormatan, dan kenyamanan mereka dalam beribadah.
Wanita yang menaati larangan-larangan tersebut dengan ikhlas akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini