Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Umrah Mandiri Berisiko Mengubah Ibadah Jadi Komoditas Digital

Kompas.com - 28/10/2025, 09:27 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com — Disahkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menandai babak baru dalam tata kelola perjalanan ibadah umrah di Indonesia.

Regulasi ini memperkenalkan konsep “Umrah Mandiri”, yang memungkinkan jemaah melaksanakan ibadah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Pemerintah menilai langkah ini sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi.

Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa aturan baru tersebut menjadi bentuk perlindungan hukum bagi jamaah umrah mandiri, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem ekonomi umrah nasional.

Baca juga: Kemenhaj Tegaskan Regulasi Umrah Mandiri Lindungi Jamaah dan Ekosistem Umrah Nasional

“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Karena itu, perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah mandiri serta ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari Antara.

Menurut Dahnil, sebelum undang-undang ini disahkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah berlangsung di lapangan tanpa payung hukum yang jelas.

Dengan regulasi baru tersebut, pelaksanaan umrah mandiri kini memiliki dasar hukum resmi.

Pasal 86 ayat (1) huruf b UU No. 14/2025 menegaskan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan secara mandiri, sementara Pasal 87A mengatur syarat bagi calon jemaah seperti kewajiban memiliki paspor, tiket pulang-pergi, surat keterangan sehat, visa, serta bukti pembelian layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

“Melalui sistem ini, data dan transaksi umrah mandiri akan terintegrasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk. Ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI yang beribadah umrah secara mandiri,” jelas Dahnil.

Pemerintah juga menegaskan bahwa jamaah umrah mandiri berhak atas pelayanan sesuai perjanjian tertulis, dan dapat melaporkan kekurangan pelayanan langsung kepada menteri terkait.

Namun, di sisi lain, pelaku penyelenggaraan umrah tanpa izin tetap dapat dijatuhi pidana hingga enam tahun penjara atau denda Rp 2 miliar, sesuai Pasal 122.

Meski pemerintah menilai kebijakan ini sebagai langkah adaptif, sejumlah pihak di lapangan justru menilai sebaliknya.

Salah satunya datang dari Arif MZ, praktisi PPIU di Bandung, yang menilai regulasi ini membuka peluang bagi kapitalisme digital dalam ibadah.

“Platform raksasa seperti Traveloka atau Tokopedia akan menjadi pemenang tunggal. Mereka akan menjadi ‘mal digital’ tempat siapa pun bisa menjual paket umrah tanpa harus menjadi penyelenggara resmi,” kata Arif kepada Kompas.com melalui pernyataan tertulis, Minggu (27/10/2025).

Menurutnya, sistem ini berpotensi menjadikan jemaah bukan lagi subjek ibadah, melainkan konsumen semata dalam transaksi digital. Platform akan memungut komisi dari setiap transaksi, sementara tanggung jawab operasional dan risiko ditanggung PPIU kecil atau broker yang berjualan di marketplace mereka.

“Bagi algoritma platform, paket umrah tidak berbeda dengan tiket pesawat atau voucher hotel—sekadar produk yang harus dijual dengan margin tertinggi,” tulis Arif.

Ia juga menyoroti dua sisi gelap dari kapitalisme digital dalam ibadah. Pertama, “perdagangan amanah ibadah”, di mana nilai spiritual dikalahkan oleh rating dan harga murah.

Kedua, “pengaburan tanggung jawab”, ketika platform dengan mudah berlindung di balik status “perantara” jika terjadi gagal berangkat atau penelantaran jamaah.

Sementara itu, PPIU konvensional yang selama ini tunduk pada regulasi ketat Kementerian Agama terancam kehilangan eksistensinya.

Baca juga: Cara Daftar Umrah Mandiri 2025: Syarat dan Aturan Resmi Berdasarkan UU Terbaru

“Mereka seperti tentara reguler yang mematuhi aturan, tetapi harus melawan gerilyawan digital tanpa beban izin dan dana jaminan,” tulisnya.

Arif menutup refleksinya dengan peringatan keras:

“Kebijakan setengah hati dalam mengatur umrah mandiri ini tidak hanya mengancam PPIU profesional, tetapi juga mengorbankan kepentingan spiritual jutaan jemaah demi profit segelintir platform teknologi.”

“Semoga ini hanya keresahan saya saja," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Menag Imbau Umat Beragama Saling Hormati Rumah Ibadah untuk Jaga Kerukunan
Menag Imbau Umat Beragama Saling Hormati Rumah Ibadah untuk Jaga Kerukunan
Aktual
Kafarat dalam Islam: Dalil, Jenis Pelanggaran, dan Cara Membayarnya
Kafarat dalam Islam: Dalil, Jenis Pelanggaran, dan Cara Membayarnya
Doa dan Niat
Mengenal Sifat Kikir: Penyakit Hati yang Membinasakan
Mengenal Sifat Kikir: Penyakit Hati yang Membinasakan
Doa dan Niat
Menag Resmikan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Negeri Pertama di Indonesia
Menag Resmikan Sekolah Tinggi Agama Khonghucu Negeri Pertama di Indonesia
Aktual
MUI Kembali Gelorakan Gerakan Boikot Produk Israel dalam Munas XI
MUI Kembali Gelorakan Gerakan Boikot Produk Israel dalam Munas XI
Aktual
MUI Siapkan Piagam Pedoman untuk 50 Tahun Mendatang dalam Munas XI
MUI Siapkan Piagam Pedoman untuk 50 Tahun Mendatang dalam Munas XI
Aktual
Doa Perlindungan dari Siksa Kubur yang Diajarkan Nabi Muhammad SAW
Doa Perlindungan dari Siksa Kubur yang Diajarkan Nabi Muhammad SAW
Doa dan Niat
Panduan Sholat Dhuha untuk Pemula: Waktu, Keutamaan, Niat, dan Doa Lengkap
Panduan Sholat Dhuha untuk Pemula: Waktu, Keutamaan, Niat, dan Doa Lengkap
Doa dan Niat
Kuota Haji 2026 Berubah, Menhaj Jelaskan Alasan Pemerintah Pilih Sistem Waiting List
Kuota Haji 2026 Berubah, Menhaj Jelaskan Alasan Pemerintah Pilih Sistem Waiting List
Aktual
Surat At Tin: Bacaan, Terjemahan, Asbabun Nuzul, dan Tafsirnya
Surat At Tin: Bacaan, Terjemahan, Asbabun Nuzul, dan Tafsirnya
Doa dan Niat
Kompas Gramedia Sambut Kunjungan MUI Jelang Munas XI, Bahas Tantangan Disrupsi Digital
Kompas Gramedia Sambut Kunjungan MUI Jelang Munas XI, Bahas Tantangan Disrupsi Digital
Aktual
Perintah Menjaga Pandangan dan Keutamaannya dalam Islam
Perintah Menjaga Pandangan dan Keutamaannya dalam Islam
Doa dan Niat
Arab Saudi Tambah Embarkasi Makkah Route, Makassar Masuk Daftar Layanan Baru
Arab Saudi Tambah Embarkasi Makkah Route, Makassar Masuk Daftar Layanan Baru
Aktual
Keutamaan Mengamalkan Doa Nabi Yunus Secara Terus-Menerus
Keutamaan Mengamalkan Doa Nabi Yunus Secara Terus-Menerus
Doa dan Niat
Tawadhu': Pengertian, Dalil, Ciri-ciri, dan Keutamaan
Tawadhu': Pengertian, Dalil, Ciri-ciri, dan Keutamaan
Doa dan Niat
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com