KOMPAS.com — Disahkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menandai babak baru dalam tata kelola perjalanan ibadah umrah di Indonesia.
Regulasi ini memperkenalkan konsep “Umrah Mandiri”, yang memungkinkan jemaah melaksanakan ibadah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Pemerintah menilai langkah ini sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa aturan baru tersebut menjadi bentuk perlindungan hukum bagi jamaah umrah mandiri, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem ekonomi umrah nasional.
Baca juga: Kemenhaj Tegaskan Regulasi Umrah Mandiri Lindungi Jamaah dan Ekosistem Umrah Nasional
“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Karena itu, perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah mandiri serta ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari Antara.
Menurut Dahnil, sebelum undang-undang ini disahkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah berlangsung di lapangan tanpa payung hukum yang jelas.
Dengan regulasi baru tersebut, pelaksanaan umrah mandiri kini memiliki dasar hukum resmi.
Pasal 86 ayat (1) huruf b UU No. 14/2025 menegaskan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan secara mandiri, sementara Pasal 87A mengatur syarat bagi calon jemaah seperti kewajiban memiliki paspor, tiket pulang-pergi, surat keterangan sehat, visa, serta bukti pembelian layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.
“Melalui sistem ini, data dan transaksi umrah mandiri akan terintegrasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk. Ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI yang beribadah umrah secara mandiri,” jelas Dahnil.
Pemerintah juga menegaskan bahwa jamaah umrah mandiri berhak atas pelayanan sesuai perjanjian tertulis, dan dapat melaporkan kekurangan pelayanan langsung kepada menteri terkait.
Namun, di sisi lain, pelaku penyelenggaraan umrah tanpa izin tetap dapat dijatuhi pidana hingga enam tahun penjara atau denda Rp 2 miliar, sesuai Pasal 122.
Meski pemerintah menilai kebijakan ini sebagai langkah adaptif, sejumlah pihak di lapangan justru menilai sebaliknya.
Salah satunya datang dari Arif MZ, praktisi PPIU di Bandung, yang menilai regulasi ini membuka peluang bagi kapitalisme digital dalam ibadah.
“Platform raksasa seperti Traveloka atau Tokopedia akan menjadi pemenang tunggal. Mereka akan menjadi ‘mal digital’ tempat siapa pun bisa menjual paket umrah tanpa harus menjadi penyelenggara resmi,” kata Arif kepada Kompas.com melalui pernyataan tertulis, Minggu (27/10/2025).
Menurutnya, sistem ini berpotensi menjadikan jemaah bukan lagi subjek ibadah, melainkan konsumen semata dalam transaksi digital. Platform akan memungut komisi dari setiap transaksi, sementara tanggung jawab operasional dan risiko ditanggung PPIU kecil atau broker yang berjualan di marketplace mereka.
“Bagi algoritma platform, paket umrah tidak berbeda dengan tiket pesawat atau voucher hotel—sekadar produk yang harus dijual dengan margin tertinggi,” tulis Arif.
Ia juga menyoroti dua sisi gelap dari kapitalisme digital dalam ibadah. Pertama, “perdagangan amanah ibadah”, di mana nilai spiritual dikalahkan oleh rating dan harga murah.
Kedua, “pengaburan tanggung jawab”, ketika platform dengan mudah berlindung di balik status “perantara” jika terjadi gagal berangkat atau penelantaran jamaah.
Sementara itu, PPIU konvensional yang selama ini tunduk pada regulasi ketat Kementerian Agama terancam kehilangan eksistensinya.
Baca juga: Cara Daftar Umrah Mandiri 2025: Syarat dan Aturan Resmi Berdasarkan UU Terbaru
“Mereka seperti tentara reguler yang mematuhi aturan, tetapi harus melawan gerilyawan digital tanpa beban izin dan dana jaminan,” tulisnya.
Arif menutup refleksinya dengan peringatan keras:
“Kebijakan setengah hati dalam mengatur umrah mandiri ini tidak hanya mengancam PPIU profesional, tetapi juga mengorbankan kepentingan spiritual jutaan jemaah demi profit segelintir platform teknologi.”
“Semoga ini hanya keresahan saya saja," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang