Penulis
KOMPAS.com - Dalam ilmu Fikih Islam, dikenal ahkamut taklif atau hukum taklifi. Hukum taklifi adalah penyematan status hukum pada perbuatan manusia.
Ibnu Qudamah dalam kitab Raudhatun Nazhir menyatakan bahwa hukum taklifi ada lima, yaitu wajib, mandub (sunnah), mubah, makruh dan mahzhur (haram).
Hukum sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu sunnah muakkad dan sunnah ghairu muakkad. Untuk lebih memahami sunnah muakkad, berikut penjelasannya.
Baca juga: Tata Cara Mandi Shalat Jumat Lengkap dengan Niatnya
Ibnu Qudamah dalam kitab Raudhatun Nazhir menjelaskan bahwa sunnah adalah perbuatan yang ada pahalanya jika dilakukan, dan tidak ada hukumannya jika ditinggalkan.
Sedangkan sunnah muakkad adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Dalam kaitan dengan ibadah, amalan yang hukumnya sunnah muakkad adalah amalan yang selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW yang hukumnya bukan wajib.
Rasulullah SAW hampir tidak pernah meninggalkan amalan yang kemudian diberi hukum sunnah muakkad oleh para ulama, kecuali ada udzur. Bahkan ada amalan yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW saat melakukan bepergian, salah satunya adalah shalat Fajar.
Baca juga: Shalat Dua Rakaat Sebelum Subuh: Hikmah dan Keutamaannya
Makna sunnah muakkad dalam kehidupan Muslim mencerminkan kesungguhan untuk meneladari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah sosok teladan yang hampir semua aktivitasnya patut untuk diteladani.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Q.S. Al Ahzab: 21).
Bagi orang yang melaksanakan amalan-amalan sunnah muakkad, berarti ia menghidupkan sunnah Rasulullah SAW. Orang yang menghidupkan sunnah berarti mencintai Rasulullah SAW. Dan orang yang mencintai Rasulullah SAW akan bersama dengan Rasulullah SAW di surga.
وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Artinya: "...barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di Surga." (H.R. At Tirmidzi).
Baca juga: Doa Setelah Shalat Hajat Lengkap dengan Terjemahannya
Perbedaan sunnah muakkad dan sunnah ghairu muakkad terletak pada pengertiannya. Seperti dijelaskan sebelumnya, sunnah muakkad adalah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Rasulullah tidak pernah meninggalkan ibadah yang hukumnya sunnah muakkad, tetapi hukumnya tidak sampai wajib.
Sementara sunnah ghairu muakkad adalah sunnah yang tidak dikuatkan atau tidak terlalu ditekankan dalam Islam. Dalam pelaksanannya, Rasulullah SAW kadang melakukan amalan sunnah ghairu muakkad dan kadang meninggalkannya.
Contoh amalan sunnah ghairu muakkad adalah shalat sunnah 2 rakaat sebelum Dzuhur, 2 rakaat setelah Dzuhur, 4 rakaat sebelum Ashar, 2 rakaat sebelum Maghrib, dan 2 rakaat sebelum Isya'.
Baca juga: Kapan Waktu Shalat Dhuha? Ini Jam Terbaik Menurut Sunnah
Berikut ini ciri-ciri sunnah muakkad dan sunnah ghairu muakkad
- Selalu atau hampir selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW
- Jarang ditinggalkan kecuali karena uzur
- Sangat dianjurkan untuk dijaga pelaksanaannya.
- Tidak selalu dikerjakan oleh Rasulullah SAW
- Kadang dilakukan dan kadang ditinggalkan
- Dianjurkan, tetapi tidak terlalu ditekankan.
Baca juga: Tafsir Surat Al Kautsar Ayat 2: Perintah Shalat dan Berkurban
Berikut ini beberapa contoh ibadah yang hukumnya sunnah muakkad:
1. Shalat tahajud;
2. Shalat Fajar;
3. Shalat Tarawih dan Witir
4. Shalat idul Fitri dan Idul Adha.
5. Bersiwak dan membaca Al Quran.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang