KOMPAS.com-Deputi Bidang Intelijen Teknologi Badan Intelijen Negara (BIN) Mayjen TNI Deddy Irianto menyampaikan empat peran penting yang dapat dijalankan ulama dalam pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Pandangan tersebut ia sampaikan dalam Sidang Pleno IX Munas XI MUI di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta Utara, Jumat (21/11/2025), seperti dilansir laman MUI.
Deddy menjelaskan bahwa ulama dapat mengambil peran dalam pendidikan dengan mendorong pesantren dan madrasah memanfaatkan teknologi AI secara bijak.
AI, menurutnya, mampu membantu proses pembelajaran melalui kemampuan menerjemahkan teks ke berbagai bahasa seperti Arab atau Inggris.
Teknologi ini juga dapat memudahkan santri mengakses literatur keagamaan internasional dan berkomunikasi dengan pengajar dari luar negeri.
Baca juga: Munas XI MUI 2025 Bahas Kecerdasan Buatan, KH Cholil Nafis: AI Bukan Guru Agama
Ia menambahkan, AI dapat berfungsi sebagai tutor cerdas yang membantu menjelaskan konsep-konsep sulit, terutama dalam pelajaran yang membutuhkan ketelitian seperti bahasa Arab, tafsir, atau fikih.
Meski begitu, Deddy menegaskan bahwa teknologi tidak dapat menggantikan dimensi spiritual, empati, dan hubungan personal antara guru dan santri. Nilai-nilai pendidikan Islam tetap harus menjadi pedoman utama.
Ia menilai pemanfaatan AI yang tepat dapat memperkaya metode pengajaran tradisional, meningkatkan efisiensi pesantren, dan membekali santri dengan kecakapan digital tanpa menghilangkan karakter pendidikan Islam.
Baca juga: Rumah Sri Mulyani Dijarah, Munas MUI 2025 Soroti Isu AI di Media Sosial
Peran kedua, kata Deddy, terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Melalui jaringan pesantren dan majelis taklim, ulama dapat mendorong literasi digital, terutama di wilayah pedesaan atau daerah yang minim akses layanan keuangan.
Ia menjelaskan bahwa teknologi AI dapat membantu UMKM dalam banyak hal, seperti personalisasi layanan pelanggan berbasis data, optimalisasi rantai pasokan produk halal, hingga peningkatan efisiensi operasional.
Di sisi lain, AI juga dapat dimanfaatkan untuk mengelola zakat, infak, dan sedekah secara lebih terstruktur sehingga penyalurannya tepat sasaran. Ulama, menurutnya, dapat mengawal aspek fikih dalam penerapan sistem tersebut.
Baca juga: Arab Saudi Resmi Rilis HUMAIN Chat, Aplikasi AI Berbahasa Arab Pertama di Dunia
Peran ketiga adalah menjaga persatuan dan merawat stabilitas sosial.
AI dinilai mampu membantu mengidentifikasi potensi disinformasi atau konten yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Dengan dukungan teknologi, ulama dapat memberikan klarifikasi secara cepat dan tepat, sekaligus menyampaikan narasi keagamaan yang menyejukkan.
AI juga dapat digunakan untuk memetakan tren percakapan publik sehingga ulama dapat menyusun materi dakwah yang lebih relevan, moderat, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
BIN menilai teknologi ini dapat membantu MUI mengembangkan materi edukasi digital mengenai nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan peran agama dalam pembangunan bangsa, terutama bagi kalangan muda.
Baca juga: Ketua MUI KH Cholil Nafis: AI Tak Bisa Gantikan Ulama dalam Fatwa
Deddy menutup pemaparannya dengan mengingatkan bahwa kecerdasan buatan adalah “anugerah sekaligus ujian zaman”.
Ia menilai, dengan bimbingan ulama dan arah kebijakan yang tepat, AI dapat menjadi kekuatan yang membawa Indonesia menuju kemandirian teknologi, memperkuat keadilan sosial, serta meningkatkan kesejahteraan umat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang