KOMPAS.com – Kementerian Agama (Kemenag) mengajak perguruan tinggi untuk berperan aktif memperkuat ketahanan keluarga, menyusul penurunan angka pernikahan dan tingginya angka perceraian dalam lima tahun terakhir.
Direktur Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengatakan bahwa keluarga perlu masuk dalam agenda strategis pendidikan tinggi.
“Keluarga diharapkan masuk dalam agenda strategis pendidikan tinggi,” ujarnya di Jakarta, Senin, dikutip Antara, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Transisi Penuh Haji ke BP Haji, Menag: Prosesnya Masih Panjang
Abu menekankan, studi tentang keluarga tidak hanya menjadi ranah fakultas agama atau sosial, tetapi harus menjadi isu lintas disiplin seperti psikologi, hukum, ekonomi, hingga kebijakan publik.
“Kalau keluarga rapuh, bagaimana mungkin kita bicara tentang bonus demografi atau SDM unggul,” tegasnya.
Berdasarkan data Kemenag, jumlah pernikahan pada 2019 tercatat lebih dari dua juta. Namun pada 2024, angka itu merosot drastis menjadi 1.478.424.
Sementara itu, angka perceraian mencapai 466.359 perkara atau setara 31,5 persen dari jumlah pernikahan di tahun yang sama.
Abu menilai ketimpangan ini bukan hanya soal pilihan individu, tetapi juga lemahnya sistem pendukung dalam membangun dan menjaga institusi keluarga.
Dari total penduduk Indonesia tahun 2024 yang mencapai 281 juta jiwa, sekitar 66 juta berada di usia siap menikah (20–35 tahun), namun hanya 23,4 persen di antaranya yang menikah.
Survei GenRe 2024 menunjukkan hanya 26 persen anak muda usia 21–24 tahun yang tidak takut menikah.
Abu mengatakan narasi "marriage is scary" muncul akibat kombinasi masalah ekonomi, beban sosial, dan persepsi negatif terhadap stabilitas perkawinan.
Kemenag pun menyiapkan skema intervensi bertahap, termasuk Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS), Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN), dan Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin (Bimwin).
Program tersebut dinilai bisa menjadi fondasi ketahanan keluarga dan akan diperluas hingga pascanikah, terutama lima tahun pertama yang rentan perceraian.
Salah satu strategi penguatan adalah pemberdayaan ekonomi berbasis Kantor Urusan Agama (KUA).
“Keluarga yang bertahan di tengah krisis, membesarkan generasi dengan nilai dan ketahanan. Di situlah titik konsentrasi untuk Indonesia Emas 2045,” kata Abu.
Dalam Islam, perceraian (talak) diizinkan namun sangat dibenci Allah SWT. Talak menjadi jalan terakhir jika upaya damai gagal, dengan aturan yang jelas dalam Al-Quran, antara lain di surat Al-Baqarah ayat 227–232.
Baca juga: Kisah Khaulah binti Tsa’labah, Perempuan yang Doanya Diabadikan dalam Al-Qur’an
Islam mengenal beberapa jenis perceraian, seperti "thalak raj’i" (masih bisa rujuk selama masa iddah) dan "thalak bain" (tidak bisa rujuk kecuali dengan akad nikah baru). Ada pula "khuluk", yaitu perceraian yang diajukan istri dengan kompensasi kepada suami.
Islam menegaskan pentingnya menjaga hak kedua belah pihak, termasuk nafkah selama iddah dan hak asuh anak, agar perceraian tidak merugikan pihak manapun.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!