Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istri Gugat Cerai Suami, Ini Alasan yang Dibenarkan Menurut Islam

Kompas.com - 23/10/2025, 18:34 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com-Perceraian menjadi salah satu perkara sensitif dalam kehidupan rumah tangga, namun dalam hukum Islam, istri memiliki hak untuk menggugat cerai suami apabila terdapat alasan yang dibenarkan syariat.

Dalam hukum positif Indonesia, aturan mengenai perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagi pasangan beragama Islam.

Menurut Pasal 115 KHI, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan berupaya mendamaikan kedua belah pihak namun tidak berhasil.

KHI juga menegaskan bahwa istri memiliki hak mengajukan gugatan cerai kepada suaminya melalui gugatan perceraian apabila terdapat alasan yang kuat dan sesuai ketentuan syariat.

Baca juga: Syarat Istri Boleh Gugat Cerai Suami dan Prosedurnya di Pengadilan Agama

Alasan yang Membolehkan Istri Menggugat Cerai Suami

Dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, terdapat delapan alasan sah yang dapat dijadikan dasar bagi istri untuk menggugat cerai suami di pengadilan agama.

  1. Pertama, suami berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau melakukan perbuatan maksiat lain yang sulit disembuhkan.
  2. Kedua, suami meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut tanpa izin, tanpa alasan yang sah, atau karena sebab di luar kemampuannya.
  3. Ketiga, suami dijatuhi hukuman penjara lima tahun atau lebih setelah perkawinan berlangsung.
  4. Keempat, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan istri, baik secara fisik maupun mental.
  5. Kelima, suami mengalami cacat tubuh atau penyakit berat yang menyebabkan ia tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami.
  6. Keenam, antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran hingga tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali.
  7. Ketujuh, suami melanggar taklik talak, yakni janji atau syarat tertentu yang diucapkan saat akad nikah dan menjadi dasar hak istri untuk menuntut cerai bila dilanggar.
  8. Kedelapan, suami murtad atau berpindah agama hingga menimbulkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Seluruh alasan tersebut menjadi rujukan resmi dalam sistem peradilan agama di Indonesia, sesuai ketentuan hukum Islam yang dikodifikasikan dalam KHI.

Baca juga: Istri Boleh Gugat Cerai Suami yang Kecanduan Judi Online, Ini Penjelasan Hukum Islam dan KHI

Dasar Hukum dalam Alquran

Alquran memberikan dasar bagi perceraian apabila hubungan suami istri tidak lagi dapat dipertahankan. Namun, surah An-Nisa ayat 35 menegaskan pentingnya upaya damai dan mediasi sebelum terjadi perceraian. 

Dalam Surah An-Nisa ayat 35, Allah berfirman:

وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَاۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا ۝٣٥
wa in khiftum syiqâqa bainihimâ fab‘atsû ḫakamam min ahlihî wa ḫakamam min ahlihâ, iy yurîdâ ishlâḫay yuwaffiqillâhu bainahumâ, innallâha kâna ‘alîman khabîrâ

Jika kamu (para wali) khawatir terjadi persengketaan di antara keduanya, utuslah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya bermaksud melakukan islah (perdamaian), niscaya Allah memberi taufik kepada keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.

Namun apabila perdamaian tidak lagi mungkin dan hubungan suami istri justru menimbulkan mudarat, perceraian menjadi jalan terakhir yang dibolehkan.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 229, disebutkan:

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَاۚ وَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ۝٢٢٩
ath-thalâqu marratâni fa imsâkum bima‘rûfin au tasrîḫum bi'iḫsân, wa lâ yaḫillu lakum an ta'khudzû mimmâ âtaitumûhunna syai'an illâ ay yakhâfâ allâ yuqîmâ ḫudûdallâh, fa in khiftum allâ yuqîmâ ḫudûdallâhi fa lâ junâḫa ‘alaihimâ fîmaftadat bih, tilka ḫudûdullâhi fa lâ ta‘tadûhâ, wa may yata‘adda ḫudûdallâhi fa ulâ'ika humudh-dhâlimûn

Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

Ayat ini menegaskan bahwa perceraian diperbolehkan sebagai bentuk penyelesaian terakhir, namun harus dilakukan dengan cara yang adil dan tidak merugikan salah satu pihak.

Baca juga: Bernarkah Perceraian Dibenci Allah SWT tetapi Disukai Setan? Berikut Jawabannya

Istri Boleh Menggugat Cerai Tanpa Persetujuan Suami

Dalam perspektif hukum Islam dan KHI, tidak ada ketentuan yang mewajibkan istri untuk meminta izin atau persetujuan suami sebelum mengajukan gugatan cerai.

Gugatan perceraian oleh istri disebut khulu’ jika disertai dengan pengembalian mahar atau tebusan kepada suami, namun tidak semua gugatan cerai berbentuk khulu’.

Apabila alasan perceraian telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 116 KHI, maka gugatan istri tetap sah meskipun diajukan tanpa sepengetahuan suami.

Proses hukum tetap berjalan melalui Pengadilan Agama, dan suami akan mendapatkan panggilan resmi untuk menghadiri sidang guna memberikan jawaban atas gugatan tersebut.

Dengan demikian, istri boleh menggugat cerai suami tanpa persetujuan suami, selama gugatan diajukan melalui mekanisme peradilan yang sah.

Hak Istri dan Proses di Pengadilan Agama

Dalam sidang perceraian, hakim Pengadilan Agama wajib berupaya mendamaikan kedua belah pihak pada setiap tahapan persidangan.

Jika upaya damai tidak berhasil dan alasan perceraian dinilai cukup kuat, hakim dapat mengabulkan gugatan istri dan menetapkan perceraian secara hukum.

Selain itu, pengadilan juga akan memutuskan mengenai nafkah iddah, mut’ah, hak asuh anak, dan pembagian harta bersama (gono-gini) sesuai ketentuan syariat dan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Hak Istri Setelah Perceraian: Nafkah Iddah, Mut’ah, Hak Asuh Anak, dan Harta Gono-Gini

Pentingnya Niat dan Itikad Baik

Islam tidak menganjurkan perceraian, namun mengakuinya sebagai solusi terakhir jika kehidupan rumah tangga sudah tidak dapat diperbaiki.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Abu Dawud:

“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”

Hadis tersebut menjadi pengingat bahwa perceraian sebaiknya ditempuh dengan pertimbangan matang dan bukan karena emosi sesaat.

Oleh karena itu, sebelum menggugat cerai, istri disarankan melakukan introspeksi, berkomunikasi dengan suami, dan mengupayakan perbaikan dengan cara baik.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke