KOMPAS.com - Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW yang berliku-liku akhirnya menemui titik akhir saat Beliau dan Abu Bakar Ash Shiddiq tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 Kenabian.
Kedatangan Nabi Muhammad SAW disambut dengan gegap gempita oleh penduduk Madinah. Nabi mulia yang sudah dinanti kedatangannya akhirnya tiba.
Begitu tiba di Madinah, salah satu langkah untuk menguatkan dakwah Islam adalah dengan membangun pusat dakwah, ibadah, dan pemerintahan.
Baca juga: Kisah Perjalanan Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah
Pada saat datang ke Madinah, unta Nabi Muhammad SAW berhenti di sebuah tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim bernama Sahl dan Suhail yang berada dalam tanggungan Muadz bin Afra’.
Nabi Muhammad SAW kemudian membeli tempat tersebut untuk dijadikan masjid, tempat tinggal Nabi Muhammad SAW, pusat dakwah, sekaligus tempat tinggal untuk Kaum Muhajirin yang tidak punya rumah.
Kaum muslimin bergotong royong untuk membangun Masjid Nabawi, tak ketinggalan pula Nabi Muhammad SAW terlibat di dalamnya. Beliau tidak hanya berdiam diri, melainkan turut aktif dalam pembangunan tersebut sehingga para Sahabat juga turut bersemangat.
“Jika kita hanya duduk saja sedangkan Rasulullah bekerja, itu adalah tindakan orang yang tersesat,” ujar para Sahabat.
Masjid tersebut dibuat dengan batu-batu untuk dindingnya. Atapnya terbuat dari daun kurma. Tiang-tiangnya dari kayu dan lantainya dari pasir dan kerikil. Ada tiga pintu yang dibuat pada masjid tersebut.
Lebar masjid tersebut kurang lebih 100 hasta atau sekitar 30 meter. Sementara kiblatnya masih menghadap Baitul Maqdis.
Selain membangun masjid, Nabi Muhammad SAW juga membangun rumah di sebelah masjid. Selama rumah dibangun, Nabi Muhammad SAW tinggal di rumah Abu Ayyub Al Anshari.
Baca juga: Kisah Pengepungan Rumah Nabi Muhammad SAW Sebelum Hijrah
Pada awal pelaksanaan sholat, Nabi Muhammad SAW berusaha mencari metode untuk menyeru umat Islam agar datang ke masjid untuk mengerjakan sholat. Ide awalnya menggunakan terompet seperti layaknya kaum Yahudi, namun Rasulullah tidak suka.
Kemudian Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk menggunakan lonceng, meskipun Beliau juga tidak menyukainya. Namun sebelum hal itu dilaksanakan, muncul seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid dan mengabarkan mimpinya.
"Wahai Rasulullah, tadi malam aku bermimpi melihat seseorang memakai pakaian hijau berjalan melewatiku dengan membawa lonceng. Aku bertanya kepadanya, ‘Hai hamba Allah, bolehkah loncengmu itu kubeli?’
Orang tersebut menjawab: ‘Apa yang kau inginkan darinya?’ Aku menjawab: "Aku akan gunakan untuk memanggil orang untuk shalat.
Orang tersebut berkata: ‘Maukah engkau aku tunjukkan yang lebih baik daripada lonceng ini?’
Aku berkata: ‘Apa itu?’
Baca juga: 7 Keutamaan Menjadi Muadzin Lengkap dengan Bacaan Adzan dan Iqomah
Orang tersebut berkata: ‘Hendaknya engkau berkata: ‘Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Asyhadu an laa Ilaaha Ilia Allah. Asyhadu an laa Ilaaha Ilia Allah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya aala ash- shalah. Hayya 'alas ash-shalah. Hayya alal falah. Hayya alalfalah. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Laa ilaaha ilia Allah!’”
Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda: "Mimpi itu benar, insya Allah. Cepat engkau temui Bilal, kemudian ajarkan lafadz tersebut kepada Bilal agar ia menyeru dengan seruan tersebut, karena suara Bilal lebih keras dari suaramu."
Bilal kemudian menyeru adzan dari rumah salah seorang kaum Anshor yang paling tinggi di sekitaran masjid.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini