KOMPAS.com - Nabi Sulaiman AS dikenal dalam sejarah kenabian sebagai sosok pemimpin yang dikaruniai keistimewaan luar biasa.
Ia bukan hanya nabi, tetapi juga raja yang memimpin dengan kebijaksanaan. Dalam tradisi Islam, Nabi Sulaiman AS mewarisi kerajaan dari ayahnya, Nabi Daud AS dan menjalankan kekuasaan itu dengan dasar ketakwaan kepada Allah.
Sejak awal kepemimpinannya, Nabi Sulaiman AS menyadari bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan tujuan.
Karena itu, ia memohon kepada Allah karunia yang tidak diberikan kepada siapa pun setelahnya, bukan untuk kesombongan, melainkan agar dapat menegakkan keadilan dan kebenaran di muka bumi.Baca juga: Kisah Nabi Shaleh AS: Unta Betina Awal Kehancuran Kaum Tsamud
Meski memimpin kerajaan besar dengan kekayaan melimpah, kehidupan Nabi Sulaiman AS jauh dari kemewahan yang berlebihan.
Ia menjalani peran sebagai raja dengan penuh kesederhanaan dan kehati-hatian. Segala fasilitas kerajaan ia gunakan untuk kemaslahatan rakyat, bukan demi kepentingan pribadi.
Kehidupan istana Nabi Sulaiman AS diwarnai disiplin, keteraturan, dan tanggung jawab. Ia dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyatnya, peka terhadap persoalan kecil, dan tidak membiarkan kekuasaan menjauhkan dirinya dari nilai-nilai ketakwaan.
Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, sebagai pemimpin, Nabi Sulaiman AS menghadapi beragam tantangan. Ia memimpin manusia, jin, dan makhluk lainnya dalam satu tatanan yang tertib.
Tantangan itu menuntut kebijaksanaan luar biasa, terutama dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
Salah satu kisah yang paling dikenal adalah ketika Nabi Sulaiman AS memberikan keputusan adil dalam sengketa dua perempuan yang memperebutkan seorang bayi.
Dengan kecerdasan dan ketajaman nurani, ia mampu mengungkap kebenaran tanpa menyakiti pihak yang benar.
Kisah ini menggambarkan bahwa keadilan sejati lahir dari kebijaksanaan, bukan sekadar kekuatan hukum.
Baca juga: Kisah Nabi Nuh AS, Ketaatan di Tengah Ejekan dan Penolakan
Allah menganugerahkan mukjizat yang belum pernah diberikan kepada nabi lain. Nabi Sulaiman AS mampu memahami bahasa hewan, mengendalikan angin, dan memerintah bangsa jin untuk bekerja dalam berbagai proyek pembangunan.
Mukjizat ini menjadi tanda kekuasaan Allah sekaligus ujian bagi Nabi Sulaiman AS dalam menjaga kerendahan hati.
Salah satu peristiwa yang sering dikisahkan adalah pertemuannya dengan Ratu Balqis dari negeri Saba.
Dengan kecerdasan dan strategi dakwah yang halus, Nabi Sulaiman AS menunjukkan bahwa kekuatan iman mampu menundukkan kesombongan duniawi tanpa peperangan.
Peristiwa ini menegaskan bahwa mukjizat sejati tidak hanya terletak pada kekuasaan, tetapi pada kemampuan mengarahkan kekuasaan menuju kebenaran.
Di balik seluruh karunia itu, Nabi Sulaiman AS dikenal sebagai hamba yang sangat bersyukur. Ia menyadari bahwa segala keistimewaan yang dimilikinya adalah ujian, bukan jaminan keselamatan.
Karena itu, ia senantiasa memohon agar diberi kemampuan untuk mensyukuri nikmat dan beramal saleh.
Doa Nabi Sulaiman AS menjadi cerminan kesadaran spiritual seorang pemimpin besar. Ia tidak meminta tambahan kekuasaan, melainkan kekuatan hati agar tetap berada di jalan Allah.
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Latin: Robbi awzi'nii an asykuro ni'matakal latii anʼamta 'alayya wa 'alaa waalidayya wa an a'mala shoolihan tardhoohu wa adkhilnii birohmatika fii 'ibaadikash shoolihiin.
Artinya: "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (Q.S An-Naml: 19).
Sikap ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang kokoh tidak dibangun di atas ambisi, melainkan pada kesadaran akan keterbatasan manusia di hadapan Tuhan.
Baca juga: Kisah Nabi Musa AS Menurut Al Quran yang Penuh Hikmah
Kisah Nabi Sulaiman AS mengajarkan bahwa kekuasaan dan iman tidak harus saling meniadakan.
Kepemimpinan yang kuat justru lahir dari keseimbangan antara otoritas dan akhlak. Nabi Sulaiman AS membuktikan bahwa kekayaan, kekuasaan, dan mukjizat dapat berjalan seiring dengan kerendahan hati dan ketaatan.
Di tengah dunia modern yang kerap memisahkan kekuasaan dari nilai moral, kisah Nabi Sulaiman AS relevan sebagai teladan kepemimpinan beretika.
Ia mengingatkan bahwa sebesar apa pun amanah yang diemban, manusia tetaplah hamba yang harus mempertanggungjawabkan setiap keputusan di hadapan Allah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang